Soal Permulaan Waktu (Kajian Filsafat)
LADUNI.ID - Pertanyaan ini adalah salah satu titik tengkar al-Ghazali dengan filsuf Muslim Aristotelian seperti al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. Ia juga tak khas persoalan Muslim. Di dunia Katolik abad pertengahan ada Thomas Aquinas yang amat dipengaruhi filsafat Aristoteles antara lain melalui tulisan-tulisan para filsuf Muslim itu. Tapi sebagai reaksi terhadap penyebaran filsafat Aristoteles di Eropa era medieval juga muncul Condemnations 1210-1277, yang dikeluarkan para uskup Paris untuk mengutuk sejumlah ajaran Aristoteles, menyatakannya sebagai bid'ah, dan mengekskomunikasi orang-orang yang menyebarkannya.
Pertanyaan itu adalah: apakah waktu (zaman) memiliki permulaan?
Untuk memahami rumitnya pertanyaan ini, mulailah dari proposisi dasar dalam teologi bahwa hanya ada dua, yakni (1) Pencipta (Khaliq), yang tak bermula atau eternal [dalam istilah Islam: qidam/azali], dan (2) yang diciptakan (makhluq), yang memiliki permulaan [dalam istilah Islam: hadits].
Kerumitannya begini:
(1) Jika dikatakan waktu itu tak bermula alias azali/eternal, berarti ada yang lain yang azali selain Pencipta, sementara yang diyakini dalam ortodoksi ialah bahwa yang terdahulu (qidam) dan tak bermula (azali) harus hanya satu, Khaliq, dan waktu bukan Khaliq, sehingga waktu itu bermula/hadits.
Tetapi, (2) jika dikatakan waktu itu bermula, maka ia mengalami proses dari tiada menjadi ada; dan, paradoksnya, dalam proses menuju ada itu ada waktu. Dengan kata lain, paradoksnya adalah bahwa ada sesuatu "sebelum" ada waktu, sementara "ke-sebelum-an" itu sendiri sudah menandakan adanya waktu. Dalam alur argumentasi ini, menyatakan waktu "belum" ada harus meniscayakan peniadaan "ke-sebelum-an" itu, sementara ketiadaan "ke-sebelum-an" berarti eternal atau azali.
Memuat Komentar ...