Mbah Maimun Zubair dan Ihwal Guru Bangsa
Oleh RUMAIL ABBAS*)
LADUNI.ID, Jakarta - “Lho, yang layak disebut Guru Bangsa itu Lik Mus. Saya tidak pantas disebut seperti itu,” demikian jawab Mbah Moen--panggilan takzim untuk KH. Maimoen bin Zubair bin Dahlan.
Sayid Abbas bin Alawy Al-Makky pernah berujar tentang sosok pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang itu. Ia berkata, “Jika kau ingin melihat ahli surga yang ada di zaman ini, maka lihatlah Kiai Maimoen.”
“Paklik saya yang paling ngecap di hati saya ini, meski lebih muda dari saya, tapi rambutnya sudah putih merata. Itu tanda (beliau adalah) ahli berpikir. Kepala saya, meski umur saya lebih tua dari beliau, separuh rambutnya hitam, separuhnya lagi putih. Artinya saya ini tidak begitu ahli berpikir.”
Saya ingat betul bagaimana Mbah Moen menyampaikan kalimat di atas, kata demi kata, dengan bahasa Krama Alus, sebagai bentuk kesopanan karena berbicara tentang pakliknya.
Ngomong-ngomong, Lik Mus yang disebut Mbah Moen tadi, tidak lain adalah KH. Mustofa Bisri Rembang. Lantas, apa yang kemudian membuat Mbah Moen mengeluarkan komentarnya terkait sebutan Guru Bangsa?
Awalnya, saya memohon kepada Mbah Moen untuk berkenan didokumentasikan dalam bentuk video: “Kami mengharap pesan damai dari Mbah, sebagai Guru Bangsa, agar kita sebagai warga Indonesia tidak saling bertikai demi Pemilu.”
Dengan beberapa kalimat berkelit yang saya ajukan, akhirnya Mbah Moen pun berkenan. Pesan tersebut kami sebarkan di media sosial. Dan saya yakin sekali, Pemilu yang digelar di Jawa Tengah 2018 silam menjadi tidak sepanas Pemilu di ibu kota, oleh sebab, sedikit banyaknya, ada berkah dari Mbah Moen.
Memuat Komentar ...