Tirakat dalam Menulis Kitab

 
Tirakat dalam Menulis Kitab

LADUNI.ID - Para ulama memiliki tanggung jawab yang besar untuk memastikan transfer ilmu pengetahuan kepada generasi yang akan datang. Tanggung jawab inilah yang menuntut mereka untuk mendokumentasikan ilmu-ilmu yang diberikan Allah kepada mereka melalui guru mereka, pembacaan mereka maupun pencapaian spiritual mereka di sisi Allah. Dokumentasi tsb seringkali berupa tulisan-tulisan tangan mereka yang pada akhirnya nanti dicetak, diterbitkan dan dapat kita nikmati sebagai karya ilmu pengetahuan yang membantu kita memahami kehidupan dalam naungan agama.

Karena tanggung jawab yang besar inilah, para ulama sangat berhati-hati dalam mendokumentasikan keilmuan mereka, mereka menganggap menulis khazanah keilmuan haruslah selalu diiringi rasa takut kepada Allah dan harus selalu mencari petunjuk kepada Allah demi menjamin kebenaran dan keberlangsungan ilmu-ilmu yang mereka dokumentasikan. Menulis tidak boleh sembarangan, karena ilmu adalah amanat yang harus disampaikan, dan menulis adalah salah satu cara menyampaikannya. 
Oleh karena itu, kita sering mendapatkan cerita-cerita tentang laku (baca: tirakat) para ulama ketika menulis kitab-kitab mereka.

Imam Adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam al Nubala' menceritakan bahwa Imam Bukhari setiap kali akan menulis satu hadits, beliau mandi dan melakukan shalat sunnah dua rakaat. 
Dalam sejarah Islam, bukan hanya Bukhari yang mengamalkan ini. Imam An-Nawawi, sebelum menulis karya monumental Majmu’ Syarh al-Muhaddzab, beliau melakukan shalat istikharah terlebih dahulu.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN