Manaqib dan Karamah hingga Tawassul Sampai Dianggap Syirik
LADUNI.ID, Jakarta - Di berbagai negeri muslim, terlebih di Nusantara pembacaan manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani al-Baghdadi, yang lazim disebut 'manaqib-an' memang sangat populer. Selain untuk mengenang perjuangan, keilmuan, dan keteladanannya, manaqib itu biasanya diiringi dengan upacara tawassul,melalui kedudukan sang wali, untuk meraih keberkahan hidup.
Tak jarang pembacaan manaqib juga dilakukan untuk membayar nadzar baik, karena cita-cita atau keinginan seseorang dengan izin Allah, telah terkabul. Khusus di Banten, Aceh, dan Minangkabau, serta beberapa daerah di luar negeri seperti di Kurdistan, Asia Tengah, pembacaan manaqib sering dikaitkan dengan ilmu kebal, yang di Banten disebut debus.
Menurut Marlin van Bruinessen dalam bukunya 'Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat' hubungan erat antara manaqib dan debus terjadi bersamaan dengan proses penyebaran Tarekat Qodiriyah, yang di beberapa daerah terlibat dengan perjuangan melawan penjajah. Ketika itu para guru tarekat banyak mengajarkan ilmu kebal kepada murid-muridnya sebelum terjun ke medan perang. Dan ketika penjajahan usai, pembelajaran ilmu hikmah yang mengiringi penyebaran tarekat berubah fungsi menjadi kesenian rakyat.
Biasanya, pembacaan manaqib tersebut dilakukan bersamaan dengan usainya tirakat mempelajari ilmu debus atau sebelum naik pentas. Sementara di Kurdistan aksi semacam debus dilakukan di waktu istirahat di sela-sela ritus tarekat Qodiriyah.
Memuat Komentar ...