Tengok Belajar Complex Problem Solving pada Santri Papua
LADUNI.ID, Jakarta - Menjadi santri atau sekolah di pesantren merupakan tantangan tersendiri bagi sebagian orang, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi seorang nyantri, ada yang karena diri sendiri, orang tua dan juga lingkungan, kebanyakan karena orang tua.
Kisah seekor anak ayam yang kebingungan dan sangat sedih karena ditinggal induknya mencari makanan, begitulah kira-kira gambaran kehidupan di pesantren bagi santri baru yang sebelumnya belum pernah merasakan tinggal jauh dari orang tua, menghabiskan hari-hari dalam lingkaran baru yang sama sekali asing dan semua kegiatan harus dilakukan sendiri.
Berbeda dengan dua santri asal Papua ini sebut saja Irwan Thofir (14) dan Ajam Paus Paus (15) mereka dengan senang hati ingin menjadi Santri di tanah Jawa, walaupun kendala yang dihadapi tidak mudah, jauh dari orang tua, jauh dari kampung halamannya dan kendala terbesar ketika mereka harus berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Hal ini karena kebanyakan kitab yang dipelajari menggunakan bahasa Jawa walaupun sebelumnya telah dibekali beberapa kosa kata bahasa Jawa oleh Ustadz Agus, ustadz yang diberi tugas untuk mengajar oleh Program Santri Goes To Papua di Madrasah Diniyah bertempat di Suku Kokoda, Sorong, Papua.
Selain nyantri, mereka juga bersekolah di MTs Madrasah Mualimin Muslimat (M3R). Azam kelas 8 MTs, sedangkan Irwan duduk dibangku kelas 7, mereka sangat betah dengan suasana kekeluargaan antara santri satu dengan santri yang lain tanpa ada perbedaan latar belakang, suku, bahasa, maupun golongan. Mereka sangat senang dan betah mondok di Pesantren Raudlatut Tholibien yang terletak di Kelurahan Leteh Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang diasuh KH Ahmad Musthofa Bisri (Gus Mus).
Memuat Komentar ...