Zimbabwe: Negeri Sejahtera yang Hancur karena Isu Pribumi dan Non Pribumi

 
Zimbabwe: Negeri Sejahtera yang Hancur karena Isu Pribumi dan Non Pribumi

Oleh ELLINA CIPTADI

LADUNI.ID, Jakarta - Bekas diktator Zimbabwe Robert Mugabe meninggal di Singapura tanggal 6 September 2019 di usia 95 tahun. Dia meninggalkan negara yang bangkrut intelektual dan bangkrut ekonomi karena kebijakan pri vs nonpri plus politik represifnya. Padahal Zimbabwe dulu “food basket”-nya Afrika, Negara-negara lain belajar bertani ke mereka.

Awal dari kejatuhan Zimbabwe dimulai ketika (di tengah-tengah ekonomi yang melambat) Mugabe mengambil alih tanah milik orang kulit putih dan membagikannya ke warga pribumi. Banyak orang kulit putih di sana adalah petani ahli. Ketika tanahnya dirampas, mereka lari ke negara tetangga dan mulai bertani lagi. Tanah yang ditinggalkan dan diberikan ke pribumi?

Mereka tidak tahu cara mengolahnya, tidak punya modal untuk bibitnya. Tanah jadi gersang. Pelan-pelan rakyatnya kelaparan. Inflasi melunjak jadi ribuan persen sampai perusahaan tidak tau lagi harus bayar gaji berapa sangking Zim dollar nggak ada harganya. Ada yang akhirnya membayar gaji dalam bentuk bahan makanan dan bensin.

Saya ada di Zimbabwe di tahun 2002 ketika inflasi ribuan persen, rakyatnya kelaparan, oposisi ditangkapi, dan ada brain drain yang serius karena petani ahli dan kaum profesional lari ke Afsel, Mozambique, Botswana. Setiap hari menu makan saya sama. Sudah bagus bisa makan tiap hari. Kalau naik bus harus serius berdoa agar tidak kehabisan bensin, tidak dirampok (karena bawa uang lokal setara USD10 saja bisa satu backpack).

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN