Hukum Berdzikir dan Bershalawat saat Berhubungan Intim
Laduni.ID, Jakarta - Berdzikir dan bershalawat sangat dianjurkan dalam kondisi dan keadaan apapun. Berdzikir kepada Allah SWT dan bershalawat kepada baginda Nabi Muhammad SAW tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Kita dianjurkan untuk berdzikir dan bershalawat dalam keadaan senang, susah, bahagia maupun sedih. Juga dalam keadaan berdiri, duduk, tidur, berjalan dan keadaan lainnya.
Mungkin yang perlu untuk dipahami lebih lanjut adalah tentang keadaan yang sepertinya kurang pantas untuk berdzikir dan bershalawat, seperti saat buang hajat, dalam keadaan junub ataupun ketika berhubungan intim antara suami dan istri.
Pada dasarnya, berdzikir kepada Allah ataupun bershalawat kepada Baginda Nabi Muhammad SAW saat sedang berhubungan intim antara suami dan istri bisa disamakan seperti hukum berdzikir dalam keadaan sedang membuang hajat. Dalam keadaan demikan, maka dzikir dengan lisan dihukumi makruh. Namun, jika hanya berdzikir dalam hati tanpa menggerakkan bibir dan lisan, maka hukumnya diperbolehkan.
Penjelasan ini sesuai dengan keterangan yang terdapat dalam kitab Faidhul Qadir karya Al-Munawi. Berikut keterangannya:
وَفِي الْحَدِيْثِ حَثٌّ عَلَى الذِّكْرِ حَيْثُ عُلِقَ بِهِ حُكْمُ الْأَحَبِّيَّةِ وَكُلُّ مُؤْمِنٍ يَرْغَبُ فِي ذَلِكَ كَمَالَ الرَّغْبَةِ لِيَفُوْزَ بِهَذِهِ الْمَحَبَّةِ فَتَتَأَكَّدَ مُدَاوَمَةُ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى فِي جَمِيْعِ الْاَحْوَالِ لَكِنْ يُسْتَثْنَى مِنَ الذِّكْرِ الْقُرْآنُ حَالَ الْجَنَابَةِ بِقَصْدِهِ فَإِنَّهُ حَرَامٌ وَيُسْتَثْنَى مِنْ عُمُوْمِهِ أَيْضًا اَلْمُجَامِعُ وَقَاضِي الْحَاجَةِ فَيُكْرَهُ لَهُمَا الذِّكْرُ اللِّسَانِيُّ أَمَّا الْقَلْبِيُّ فَمُسْتَحَبٌّ عَلَى كُلِّ حَالٍ
Memuat Komentar ...