Wisata Religi dan Berdoa di Makam Keramat Mbah Wali Tanduran Pekalongan

 
Wisata Religi dan Berdoa di Makam Keramat Mbah Wali Tanduran Pekalongan

Sepintas Sejarah
Ketika Prabu Siliwangi bertahta di Tatar Sunda, ia berkuasa atas wilayah dari Ujung Kulon hingga Cipamali (Kali Pemali). Dari salah seorang Prameswarinya yang beragama Islam, yaitu Nyai Putri Subanglarang, ia berputra tiga orang, yaitu Pangeran Walangsungsang, Nyai Putri Larasantang, dan Raja Sangara.

Ketiga putranya itu diijinkan untuk mengikuti agama Ibunya yang Islam. Namun sebagai putra raja, Pangeran Walangsungsang tidak merasa puas belajar mengaji dari ibunya saja. Ia menjadi “Satria Pengembara” mencari guru-guru agama yang dianggapnya memiliki Ilmu Islam yang tinggi.

Dalam suatu pengembaraannya di Gunung Merapi, dari orang-orang tua di sana memberikan wejangan “Kalau ingin menemukan guru agama yang baik dan tinggi ilmunya, temui saja Syekh Datuk Kahfi di Pesantren Amparan Jati Cirebon.

Pangerang Walangsungsang berangkat dari Gunung Merapi ke Cirebon dengan cara jalan memintas. Dalam perjalanannya menuju Cirebon, berkali-kali Pangeran Walangsungsang berhenti dan beristirahat di berbagai tempat. Di setiap persinggahan, Pangeran Walangsungsang mengajarkan berbagai ilmu, di antaranya Ilmu Agama Islam, Ilmu Bertani dan Berladang, juga ilmu berburu binatang buas. Ilmunya itu dipelajari oleh masyarakat yang disinggahinya.

Di sebuah Pedukuhan, Pangeran Walangsungsang dikenal sebagai ahli bertani. Ilmu bercocok tanam ini dinamakan masyarakat dengan sebutan “Tanduran” oleh karena Pangeran Walangsungsang tak pernah memberitahukan nama aslinya (sedang menyamar) sehingga oleh masyarakat dan murid-muridnya hanya dikenal sebagai “Mbah Wali Tanduran”.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN