Bijaksana Membawa Fiqih
LADUNI.ID - Berbeda pemahaman tentang rincian syariat Islam (fiqih) sudah menjadi bagian inheren dari syariah itu sendiri. Sejak dulu sampai sekarang umat Islam tidak mempermasalahkan aneka ragam pendapat fiqih yang ada. Perbedaan pendapat dalam fiqih merupakan keniscayaan sebab itu variasi fiqih tidak harus disatukan dan tidak perlu disamakan. Hanya saja setiap muslim wajib memilih dan mengadopsi satu pendapat agar dia bisa beramal dengan tetap menghargai pendapat lain yang dipilih dan diamalkan orang lain.
Kendati demikian, bukan berarti setiap ahli fiqih boleh membawa fiqih kepada siapapun tanpa memperhatikan aspek sosio-kultural penerimanya. Karena masyarakat muslim bukanlah masyarakat yang kosong dari fiqih. Setiap komunitas muslim pasti sudah memilih, mengadopsi dan mengamalkan satu pendapat fiqih. Dalam arti luas, suatu masyarakat pasti sudah bermadzhab. Apakah bermadzhab kepada keempat Imam madzhab sunni, madzhab ormas atau madzhab fiqih syiah.
Mengingat perbedaan pendapat fiqih terkait teknis penerapan syariah yang tidak berkonsekuensi pada iman atau kafir, maka pembawa fiqih dituntut bersikap luwes, fleksible, lapang dada dan membuka hati seluas-luasnya ketika berada di suatu masyarakat. Sosiologi madzhab dan maqashid syariah selayaknya diutamakan ketimbang pada klaim pembawa fiqih atas dalil dan kekuatannya. Karena pemahaman dan standar kekuatan dalil sejatinya bersifat relatif.
Maksudnya daripada ngotot membawa pendapat fiqih yang berbeda dengan pendapat fiqih yang sudah diyakini suatu masyarakat dengan alibi memiliki dalil yang lebih kuat lalu membuat gaduh, lebih baik diam demi menjaga ketentraman masyarakat. Diam bukan berarti pendapat fiqih yang berbeda tadi salah tapi diam sebagai wujud toleransi membiarkan masyarakat tetap tentram dengan pendapat fiqih yang sudah mereka yakini kebenarannya.
Memuat Komentar ...