Amanat Ketum PBNU pada Peringatan Hari Santri Nasional 2019
LADUNI.ID, Jakarta - Hari ini tahun keempat Keluarga Besar Nahdlatul Ulama dan seluruh rakyat Indonesia memperingati Hari Santri. Setelah sebelumnya peran kaum santri diakui negara melalui Kepres No. 22 Tahun 2015 tentang Penetapan Tanggal 22 Oktober sebagai HARi SANTRI, tahun ini kaum santri kembali mendapat penguatan negara melalui pengesahaan UU Pesantren. Diharapkan melalui UU ini, santri dan pendidikan pesantren dapat meningkatkan peran dan kontribusinya dalam pembangunan bangsa dan negara melalui fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.
Di tengah revolusi gelombang keempat (4.0), santri harus kreatif, inovatif, dan adaptif terhadap nilai-nilai baru yang baik sekaligus teguh menjaga tradisi dan nilai-nilai lama yang baik. Santri tidak boleh kehilangan jati dirinya sebagai Muslim yang berakhlakul karimah, yang hormat kepada kyai dan menjanjung tinggi ajaran para leluhur, terutama metode dakwah dan pemberdayaan Walisongo. Santri disatukan dalam asasiyat (dasar dan prinsip perjuangan), khalfiyat (background sejarah), dan ghayat (tujuan).
Dasar perjuangan santri adalah memperjuangkan tegak lestarinya ajaran Islam Ahlussunnah Waljama'ah, yaitu Islam bermadzhab. Di tengah kampanye Islam anti madzhab yang menggemakan jargon kembali kepada Al-Qur'an dan Hadis, santri dituntut untuk cerdas mengembangkan argumen Islam moderat yang relevan,kontekstual, membumi, dan kompatibel dengan semangat membangun simbiosis Islam dan kebangsaan. Demikian inilah yang dicontohkan Walisongo.
Memuat Komentar ...