Profil
Pondok Pesantren Kepundungan didirikan pada 1938 di Banyuwangi, Jawa Timur oleh dua bersaudara putra dan putri Kiai Syafi'ie. Dua bersaudara ini adalah KH. Dimyathi Syafi'ie dan Nyai. Hj Nafi'ah yang kemudian dikenal dengan istilah dua sekawan.
Pada masa itu pesantren ditempatkan di luar garis modernisasi, para santri pesantren oleh masyarakat dianggap pintar soal agama tetapi buta akan pengetahuan umum. Dua sekawan ini kemudian menerapkan model pendidikan baru dan mendirikan Pondok Pesantren Kepundungan yang memberikan penekanan pada pengajaran diniyah yang berkurikulum seperti sekolah umum dan Kepundungan tetap mempertahankan sebagian tradisi pesantren salaf dan tidak mengubah metode pengajaran pesantren yang menggunakan sistem sorogan.
Dalam sistem pendidikan di pesantrennya, KH. Dimyathi lebih mengandalkan sistem sorogan. Sistem ini menjadikan santri-santrinya menyimak dengan saksama. Karena sorogan yang dipakai oleh KH. Dimyathi adalah “sorogan tak langsung”. Artinya para santri mengulangi membaca kitab yang telah dibaca oleh sang kyai beberapa hari sebelumnya. Jadi para santri secara otomatis akan mendengarkan dengan saksama ketika sang Kyai sedang membacakan, karena mereka harus mengulanginya secara terjadwal.
Sementara cara lain yang digunakan oleh KH. Dimyathi di Pesantrennya adalah metode bandongan. Dalam mekanisme bandongan sang kyai bebas menerangkan agar para santri mengerti maksud-maksud tersirat dari teks-teks kitab yang sedang dipelajari. Cara ini lazim digunakan di madrasah-madrasah Blambangan selatan sebagaimana juga pesantren-pesantren Nusantara lainnya.
Memuat Komentar ...