Kisah Mbah Gareng, Buyut Gus Dur yang Makamnya di Desa Ngroto

 
Kisah Mbah Gareng, Buyut Gus Dur yang Makamnya di Desa Ngroto

LADUNI.ID - Dahulu, di Pondok Pesantren Pedukuhan Ngroto, Gubug, ada seorang santri yang sangat cerdas dan menojol berkat ketekunannya mengaji. Ia bahkan lebih pandai di antara santri-santri yang lain yang belajar di pondok tersebut. Beliau adalah Khoiron atau Choiron, pemuda asal Tingkir Salatiga, yang nyantri di pondok pesantren yang saat itu diasuh oleh Kiai Sirajudin.

Setelah menamatkan mengajinya di pondok pesantren Ngroto, Khoiron kemudian dipercaya oleh Kiai Sirajudin untuk ikut membantu mengajar di pondok pesantren Ngroto. Kemudian jadilah ia seorang kiai dan menetap di Ngroto. Banyak masyarakat yang mengaji kepada Kiai Khoiron. Konon, karena tubuhnya yang kecil dan pendek, banyak warga yang memanggil beliau dengan sebutan Kiai Gareng atau Mbah Gareng.

Selanjutnya, Kiai Khoiron atau Mbah Gareng menikah dengan seorang gadis Ngroto. Dari pernikahannya itu, ia mempunyai dua orang putra, bernama Asngari dan Asyari. Sejak kecil, kedua kakak beradik itu dididik sendiri oleh Kiai Khoiron dengan harapan kelak keduanyajuga menjadi seorang kiai atau ulama.

Salah seorang putranya yang bernama Asy’ari, setelah mendalami agama dari ayahnya, ia meneruskan mengaji ke luar daerah. Pondok pesantren di daerah Jawa Timur yang menjadi tujuannya. Saat itu Jawa Timur memang sudah dikenal sebagai gudang pondok pesantren di tanah Jawa. Adapun Asngari tetap bertahan di Ngroto.

Mengenai hal ini, seorang pengkaji sejarah asal Gubug bernama Heru Hardono menyatakan, saat itu Asy‘ari merantau untuk memperdalam ilmu agama ke daerah Tuban dan lalu menetap di Jombang. Dari putra Kiai Khoiron alias Mbah Gareng yang bernama Asy’ari inilah, kemudian menurunkan Kiai Hasyim Asyari yang dikenal sebagai tokoh pendiri ormas Nahdlatul Ulama (NU), yang merupakan kakek dari KH. Abdurahman Wahid atau biasa dipanggil Gus Dur.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN