Santri Goes To Papua: Kisah Anak Suku Kokoda tidak Masuk Sekolah, Takut Dihukum
LADUNI.ID, Sorong - Pukul tujuh pagi kurang sedikit, ada dua anak perempuan datang ke tempat saya. "Lho, kok tidak sekolah?" tanya saya. Keduanya hanya menjawabnya dengan senyum-senyum sembari menunduk. Lama keduanya begitu, hingga akhirnya menjawab setelah saya desak, "saya punya pramuka tidak lengkap, pak guru."
Tidak lama kemudian, ada tiga anak laki-laki yang datang. Seperti terhadap dua anak perempuan sebelumnya, saya pun bertanya kenapa tidak sekolah. Dua anak beralasan seperti dua anak perempuan sebelumnya, sedangkan yang satu bilang karena tidak punya uang jajan.
"Kalau masuk nanti kena hukum, pak guru," alasan mereka.
"Siapa yang tidak sekolah lagi? Kalian panggil ke sini sudah dan kita belajar di sini," lanjut saya.
Tidak ada setengah jam, semuanya berkumpul. Ada lumayan banyak. Semuanya berjumlah sebelas anak. Tiga laki-laki, dan sisanya perempuan.
Karena saya tahu bahwa kebanyakan dari mereka belum bisa atau belum lancar membaca, maka saya mengajari mereka tentang hal itu. Belum ada setengah jam, kemudian ada bapak Mustaqim datang. Karena ia tidak kerja, maka saya minta tolong padanya untuk membantu mengajar. Jadilah kemudian saya membagi mereka dalam dua kelompok, yaitu mereka yang belum lancar membaca dan yang sudah.
Karena terlalu seru atau entah apa, tidak terasa ternyata waktu sudah menunjukkan hampir jam dua belas. Lumayanlah akhirnya mereka tetap belajar kendati tidak di sekolah.
Memuat Komentar ...