Anakku, Adakah akan Mengalir Saja?
Aku dan anakku.
Dalam sebuah cengkerama pendek di sebuah sore di masa libur pada masa awal mondoknya, sengaja aku tanyakan pertanyaan yang mungkin sering ditanyakan oleh banyak orang, “mas, kira-kira sampeyan kalau besar mau jadi apa?” Begitu tanyaku padanya.
Seperti kebiasaan anak-anak remaja lainnya, seperti dugaanku, dia menyahut ringan, “ndak tahu Yah, terserah nanti saja, mengikuti air mengalir saja…” Jawabnya ringan, sambil belum beralih dari buku bacaannya.
“Mas…” panggilku perlahan untuk mengajaknya sedikit serius.
Dia pun menoleh dan memperhatikanku, seolah paham ada sesuatu yang harus difokuskan dari perkataanku.
Perlahan bukunya disampingkan, kacamatanya dibetulkan, dia siap menerima penjelasanku.
“Mas, perhatikan dan pikirkan perlahan, apa sebetulnya yang mengalir di aliran air, seperti sungai? Coba sebutkan satu per satu…” godaku.
Perlahan dia menyebutkan ragu-ragu… “daun kering… kertas kering…” Perlahan dia, ragu-ragu. “Kena!” Batinku, dia pasti berpikir, ke hal yang sama.
“Ya, benar, yang mengalir di sungai itu ya daun, kertas, dan lain-lain yang bisa dikategorikan sebagai sampah, serta maaf lho ya, ikan mati ataupun tinja…” jawabku perlahan menambahkan.
Aku lihat ada perubahan di wajahnya, mulai nampak serius.
Begitulah, sudah semestinyalah kita benar-benar mulai memikirkan apa yang akan kita lakukan di kemudian hari, karena keterbatasan kesempatan, ruang, dan waktu masing-masing kita, sehingga mengulang sebuah kesalahan adalah hal yang merugikan.
Memuat Komentar ...