VUCA, Mau Ke Mana Kita?
“Gimana tadi sowannya ke ustadz?”, tanya istriku pada anak-anakku yang tadi pagi saya minta sowan ke guru-guru ngajinya, ngaji diniyah selepas ashar dan bakda maghrib mulai dari TK mereka dulu.
“Waaaa… malah disuguhi banyak makanan, dikasih minuman macem-macem disuguhi susu juga…”, jawab si mas ke mamanya.
Begitulah, tradisi keluarga kami, termasuk saya dulu, mereka kami ajarkan untuk tidak lupa kepada para guru-guru ngajinya dulu. Walaupun di antara mereka mempunyai memory dimarahi karena sering bercanda sendiri, namun keberanian mereka untuk sowan meminta doa dan restu, bagiku sudah cukup melegakan.
Ya, beberapa kali saya sampaikan ke mereka, bahwa mau tidak mau sekarang ini kita berada dalam suasana kegelapan walaupun secara dzahir lampu-lampu menerangi pemandangan kita. Selain doa kita pribadi dalam rangka memohon keselamatan, namun doa-doa dari mereka yang memiliki kedekatan dan kemampuan pandang yang mampu menembus kegelapan sangat dibutuhkan pada saat ini.
Kalaupun tidak kegelapan yang bisa dipersepsi beragam arti, setidaknya kita memasuki masa yang memberikan kita kemampuan pandang dan jarak pandang terbatas, akibat perkembangan teknologi, persaingan ekonomi, beban-beban kehidupan yang terus semakin berat, kompetisi usaha yang terus mengharuskan efisiensi dengan tentu memakan korban pada pihak-pihak manusia yang dianggap memberikan beban lebih bagi perusahaan, lingkungan eksternal yang tidak mudah diprediksi, serta banyak faktor penghimpit lainnya.
Memuat Komentar ...