Banjir Jakarta: Mengenal Fikih Kebencanaan Perspektif NU

 
Banjir Jakarta: Mengenal Fikih Kebencanaan Perspektif NU

Oleh AHMAD MUNTAHA AM *)

LADUNI.ID, Jakarta - Seiring banjir yang melanda Ibukota Jakarta beberapa hari ini, dunia media sosial sangat riuh membincangkannya. Ada yang konstruktif, banyak pula yang sekedar balas berbalas nyinyir.

Terlepas dari semua itu, di ranah lapangan selain pemenuhan kebutuhan logistik yang mendesak juga muncul permasalahan-permasalah keagamaan yang belum terespon secara baik, padahal juga mendesak diperlukan jawabannya saat itu juga. Baik berkaitan dengan akidah, teknis ibadah, maupun muamalah.

Sebagai amsal, 1) sebenarnya bencana itu ujian atau azab; 2) bolehkah shalat dengan pakaian atau di tempat najis; 3) bagaimana cara mentahjiz mayat yang terus-menerus mengeluarkan darah atau bahkan sudah membusuk; 4) bolehkah menguburkan jenazah muslim dan non muslim jadi satu; 5)bolehkah mengambil harta orang lain dalam kondisi darurat bencana dan bagaimana pertanggungjawabannya; serta pertanyaan fiqhiyyah lainnya sering dijumpaipara relawan di tengah penanganan dampak bencana.

Dalam konteks inilah, setahun lalu tepatnya 12-13 Januari 2019 DI PP Al Falah Geger Madiun, PWNU Jawa Timur melalui Lembaga Bahtsul Masail (LBM) dan Lembaga Penanganan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) berupaya menjawab berbagai permasalahan yang terjadi saat maupun pasca bencana, dengan pembahasan yang kemudian dikenal dengan istilah Fikih Bencana Perspektif Nahdlatul Ulama (NU).

Semoga minggu ini panduan teknisnya segera dipublikasikan dan dapat menjadi referensi alternatif bagi korban terdampak bencana, para relawan seperti LPBI, Ansor Banser dan selainnya.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN