Wajah Islam Indonesia Kontemporer: Surplus Penceramah, Paceklik Pemikir
LADUNI.ID, Jakarta - Indonesia beberapa tahun terakhir ini mengalami paceklik pemikiran Islam yang cemerlang akibat merosotnya kualitas para sarjana dan pemikir muslim brilian. Simak ulasan Sumanto al Qurtuby sebagai berikut.
***
Sarjana muslim yang mengkaji masalah keislaman, baik yang berdedikasi di perguruan tinggi maupun bukan, baik yang didikan luar negeri maupun dalam negeri, tentu saja melimpah ruah seiring dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan, perekonomian, kesadaran, dan pendidikan umat Islam serta banyaknya beasiswa yang disediakan oleh berbagai elemen (pemerintah maupun swasta, baik Indonesia maupun mancanegara) sehingga semakin membuka peluang masyarakat (muslim) untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi hingga tingkat doktoral.
Tetapi, sekali lagi, output dari para sarjana Islam ini (baca, sarjana yang mengkaji dan menekuni masalah keislaman) masih belum maksimal dan belum berdampak luas di masyarakat.
Fenomena ini cukup kontras dengan periode 1980-an (atau bahkan lebih awal, 1970-an) hingga awal 1990-an di mana Indonesia mampu melahirkan para sarjana dan pemikir muslim yang mumpuni dan brilian sehingga mempengaruhi dinamika pemikiran Islam kala itu.
Pada periode itu, muncul sejumlah pemikir Islam yang gagasan-gagasan mereka sangat cemerlang dan genial sehingga menjadi bahan diskusi yang menggairahkan dunia akademik dan masyarakat publik muslim Indonesia secara umum.
Memuat Komentar ...