Kewalian Kiai Muntaha al-Hafizh, Pecinta Al-Qur’an Sepanjang Hayat

 
Kewalian Kiai Muntaha al-Hafizh, Pecinta Al-Qur’an Sepanjang Hayat

LADUNI.ID, Wonosobo - KH Muntaha al-Hafizh lahir di desa Kalibeber kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo dan wafat di RSU Tlogorejo Semarang, Rabu 29 Desember 2004 dalam usia 94 tahun. Ada beberapa keterangan berbeda tentang kapan tepatnya Mbah Muntaha Lahir.

Kecintaan Mbah Muntaha, pengasuh PP Al Asyariah Wonosobo terhadap Al-Qur’an sebenarnya berawal dari kecintaan ayahandanya, KH Asy’ari Wonosobo terhadap Al-Qur’an. Dalam usia relatif muda yakni 16 tahun, Mbah Muntaha telah menjadi seorang hafidz (orang yang hafal) Al-Qur’an. Sebenarnya gelar bagi penghafal al-Quran adalah al-Hamil tapi entah sejak kapan di Indonesia gelar bagi penghafal al-Quran adalah al-Hafidz.

Hampir seluruh hidup Mbah Muntaha didedikasikan untuk mengamalkan dan mengajarkan nilai-nilai al-Quran kepada para santrinya dan juga pada masyarakat umumnya. Dalam kesehariannya, Mbah Muntaha selalu mengajar para santri yang menghafalkan Al-Qur’an. Para santri selalu tertib dan teratur satu per satu memberikan setoran hafalan kepada KH Muntaha Al Hafidz.

Sepanjang hidup Mbah Muntaha, Al-Qur’an senantiasa menjadi pegangan utama dalam mengambil berbagai keputusan, sekaligus menjadi media bermunajat kepada Allah swt. Mbah Muntaha tidak pernah mengisi waktu luang kecuali dengan Al-Qur’an.

Sering Kiai Muntaha membaca wirid atau membaca ulang hafalan Al-Qur’an di pagi hari seraya berjemur di serambi rumahnya. Menurutnya, wirid dan dzikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an. Itulah sebabnya, KH Muntaha Al Hafidz selalu menasehati para santrinya untuk mengkhatamkan Al-Qur’an paling tidak seminggu sekali.

Kecintaan KH Muntaha Al Hafidz terhadap Al-Qur’an juga diwujudkan melalui pengkajian tafsir Al-Qur’an, dengan menulis tafsir maudhu’i atau tafsir tematik yang dikerjakan oleh sebuah tim yang diberi nama Tim Sembilan yang terdiri dari sembilan orang ustadz di Pondok Pesantren al-Asy’ariyyah dan para dosen di Institut Ilmu al-Quran (sekarang UNSIQ) Wonosobo.

Gagasan KH Muntaha Al Hafidz tentang penulisan tafsir ini mengandung maksud untuk menyebarkan nilai-nilai al-Qur’an kepada masyarakat luas.

Karomah Kewalian KH Muntaha Al Hafidz

Banyak tokoh pemimpin Negeri ini yang menyempatkan datang ke desa Kalibeber yang terletak di pegunungan Dieng untuk sowan Mbah Muntaha. Di Antara mereka misalnya, KH Abdurrahman Wahid, Wiranto, dan Akbar Tanjung. Mbah Muntaha adalah pendiri Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) Wonosobo yang pada waktu berdirinya memiliki 3 Fakultas, yaitu Tarbiyah, Dakwah, dan Syari’ah.

Atas prakarsa Mbah Muntaha, IIQ sekarang telah berubah nama menjadi Universitas Sains Al Qur’an (UNSIQ) Wonosobo yang memiliki Fakultas- Fakultas umum.Sejak IIQ di dirikan (1988) sampai tahun 2001, KH Muntaha Al Hafidz menjabat sebagai rektor IIQ Wonosobo. Begitulah KH Muntaha Al Hafidz adalah seorang kyai pesantren yang memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan Al qur’an. Dan di sisi lain, masyarakat percaya bahwa beliau memiliki beberapa Karomah, termasuk kisah kisah yang Khoariqul ‘adat.

Kisah aneh ini berikut dituturkan oleh KH Habibullah Idris yang menemani KH Muntaha Alhafidz ketika dia berkunjung ke beberapa negara di Timur Tengah , yakni Arab Saudi, Iraq, Iran, Syiria, Turki, Mesir, dan Abu dha-bi Malam hari setelah sholat isya.

Di Madinah, selepas melepas lelah dan istirahat di pemondokan, KH Muntaha Alhafidz tertidur. Selepas tidur ia bangun malam. Jam dinding menunjukkan sekitar pukul 23.00 waktu setempat. KH Habibullah Idris menuturkan sehabis bangun tidur malam itu, KH Muntaha Al Hafidz mengambil air wudlu dan bergegas pergi menuju keluar.

Tentu saja Pak Habib mengikuti kemana Mbah Muntaha akan pergi. Apalagi dia pergi malam hari.“ Mau pergi kemana Mbah ?”“menuju makam Rasullah” jawab Mbah Mun singkat.Mengetahui Mbah Muntaha akan pergi ke makam Nabi Muhammad saw. Pak Habib bermaksud mencegah.

Setiap orang tahu bahwa makam Nabi Muhammad yang terletak di masjid Nabawi itu jika malam hari senantiasa dikunci dan dijaga oleh petugas keamanan yang selalu menjaga dengan tegas.Mbah Muntaha tetap saja pergi malam itu menuju Makam. Bahkan, seperti duko (jawa halus marah) terhadap pak habib yang mencegahnya. Akhirnya, pak habib pun mengikuti di belakang Mbah Muntaha.

“Bagaimana akan menuju makam Nabi malam malam seperti ini? Pintunya pasti trekunci dan di jaga petugas yang tidak sega aegan memukul dengan pentungan di tangannya,”pikir Pak Habib dalam hati.Akan tetapi ditepiskannya keinginan untuk mencegah Mbah Mun.

Lalu, Pak Habib terus mengikuti dari belakang Mbah Mun. Ternyata, Mbah menuju ke salah satu mkam Nabi. Yang mengherankan, pintu Makam Nabi tersebut ternyata kini terbuka lebar . tidak ada yang menjaganya.

Padahal sungguh sesuatu hal yang mustahil apabila pintu itu terbuka lebar, apalagi tidak terjaga oleh petugas. Dalam ketakjuban Pak Habib mengikuti Mbah Muntaha menuju makam Nabi.Lama Mbah Mun terdiam. Kemudian, Pak Habib menyaksikan Mbah Muntaha menangis di hadapan makam Nabi. Barangkali Mbah Muntaha sedang berhadapan dengan Nabi yang sebenarnya?

Saat itu, Mbah Mun menjalankan sholat malam hingga waktu Shubuh menjelang.Ya, mengapa pintu makam Nabi yang biasanya selalu terkunci dan di jaga pada malam hari, bisa terbuka lebar untuk Mbah Muntaha. (Harkian/Rs-011)

Wallahu a’lam.