Meneladani Kasih Sayang dan Kerukunan dari Masyayikh Alfalah Ploso Kediri
LADUNI.ID, Jakarta - Entah berapa kali terdengar ajakan dari lintas kalangan untuk berlaku menyayangi dan rukun di antara saudara, akan tetapi hanya ucapan saja. Berbeda saat ajakan tersebut terlontar dari masyayikh Alfalah Ploso Kediri. Mengapa demikian?
Salah satu contoh, di saat Kiai Zainuddin gerah, Kiai Nurul Huda susah, hingga mengajak "bolo-bolo santri" untuk selalu berdoa akan kesembuhan kakaknya. Pun sebaliknya, saat Kiai Huda gerah, Kiai Zainuddin mengajak seluruh santri supaya mendoakan kesembuhan adiknya.
Bagi Kiai Nurul Huda, Kiai Zainuddin adalah kakak yang selalu mengedepankan kerukunan dan kekeluargaan. Pasca Kiai Ahmad Djazuli kapundut, otomatis peran saudara tertua sangat menentukan. Tugas mengemban amanah pun kian berat, akan tetapi itu semua bisa terminimalisir dengan terjalinnya komunikasi, saling melengkapi dan berbagi tugas.
Misalnya, di tahun 1990an tugas yang berkaitan dalam pondok diampu oleh Kiai Zainuddin, Kiai Nurul Huda, Kiai Fuad, Kiai Mahfud Siroj. Sedangkan untuk luar pondok diemban oleh Gus Miek dan Kiai Munif. Tak pelak, tamu yang berdatangan pun dari berbagai kalangan, mulai dari artis hingga pejabat.
Saya pribadi bersyukur menjadi cuilan kecil dari ribuan santri yang menimba ilmu dari masyayikh Ploso. Meminjam istilah alm guru saya, bahwa "keseluruhan masyayikh Ploso adalah representasi dari kumpulan ilmu akhlak, syariat, tarikat, dan makrifat."
Tadi pagi, seusai pengajian rutin kitab
Memuat Komentar ...