Menutup Prasangka Buruk pada Ulama yang "Dekat" dengan Penguasa
Laduni.ID, Jakarta - Boleh saja nyinyir kepada ulama yang dekat penguasa yang kedekatannya terbukti (bukan terasumsi atau teropini) membuatnya terjerumus kepada perbuatan nista. Memperjualbelikan agama. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Menjadi "stempel" halal terhadap kezaliman penguasa.
Memang, idealnya bisa dijumpai ulama merangkap sebagai umara, dan atau sebaliknya. Akan tetapi sangat sedikit orang yang mempunyai dua kualitas itu sekaligus. Pemisahan kepemimpinan agama (ulama) dan politik (umara) disebabkan karena tidak semua ulama mempunyai kemampuan sebagai umara, dan tidak semua umara yang memiliki kualitas sebagai ulama. Pemisahan ini bukan berarti penghilangan fungsi ulama dan umara. Bukan juga penegasian satu sama lain.
Hubungan ulama dan penguasa (umara) sangat dinamis. Namun, pada dasarnya, kepentingan ulama terhadap penguasa adalah agar ajaran agama bisa dijalankan selurus-lurusnya oleh penguasa. Mengawal umara supaya menjalani pemerintahan dengan adil dan beradab. Ulama juga berkepentingan menjaga kemaslahatan umat disampaikan oleh penguasa.
Sebagaimana yang dijelaskan Syaikh Ibnu ‘Athaillah dalam Kitab Lathaiful Minan, setiap zaman selalu ada ulama waliyullah yang dimuliakan oleh penguasa di zamannya. Para penguasa itu menaati dan mematuhi ulama waliyullah di zamannya. Ada juga ulama waliyullah yang hilir mudik di tempat penguasa dan pejabat untuk memenuhi kebutuhan umat.
Memuat Komentar ...