Cumi-cumi, Memperdebatkan Tinta Hitam

 
Cumi-cumi, Memperdebatkan Tinta Hitam

LADUNI.ID, Jakarta - Kita tidak menyalahkan ijtihad para ulama klasik kita. Boleh jadi kitalah yang kurang teliti menempatkan argumen para ulama klasik ke ranah khusus yang memang bukan sorotan utama para ulama kita dahulu. Istilahnya Madzhab Qauli tetapi beda konteks.

Dunia hewan saat ini sudah ada penguasaan ilmu secara khusus, namanya Kedokteran Hewan. Untuk membahas cumi-cumi saya kira sudah tepat jika mengambil analisa objeknya dari para dokter hewan ini.

Kejadian yang mengejutkan saya dulu adalah istilah kepiting yang hidup di 2 alam, air dan darat. Sehingga jika ada kepiting yang hidup di air saja maka halal. Namun jika hidup di 2 alam maka haram.

Ternyata sekitar tahun 2006 MUI Pusat melakukan kajian lagi tentang kepiting. Hasilnya dari 4 jenis kepiting semuanya bernafas dengan insang. Berarti kepiting itu jenis hewan air. Makanya dihukumi Halal.

Kali ini adalah soal cumi-cumi. Sahabat saya yang menyampaikan ilmu soal tinta hitam dari kepiting adalah Mas Alfarisi Hamzah (kuliah S2 IPB). Yang menegaskan bahwa warna hitam itu bukan darah, bukan muntahan, bukan kotoran dari cumi-cumi. Dan ditarik kesimpulan secara metode ilmu fikih yang dianalisa cukup bagus oleh anggota LBM PWNU Jatim yang paling ganteng, Gus Abdul Wahab Ahmad (kandidat doktor) yang sebentar lagi menjadi idaman Mahmud Abbas (mamah muda, anak baru satu).

Selengkapnya ada

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN