Kisah Saat Mbah Bisri Mustofa Menipu Setan
LADUNI.ID, Jakarta - Prof. Abdul Djamil, mantan rektor IAIN Walisongo Semarang dalam pengantar buku Ngetan Ngulon Ketemu Gus Mus karangan Abu Asma Anshari dkk. bertutur: kalau ada kiai nyentrik tetapi tak menimbulkan gejolak, ya Gus Mus itu orangnya. Entah karena ketakutan atau gezag (kewibawaan) dan kharismanya sebagai pewaris ayahnya KH. Bisri Mustofa.
KH. Ahmad Mustofa Bisri yang lebih akrab dipanggil Gus Mus, selain pengasuh pesantren Raudlatut Thalibin Rembang, beliau dikenal luas sebagai seniman dan budayawan. Puluhan karya tulis tentang berbagai persoalan di negeri ini telah diterbitkan, puisi, cerpen maupun lukisan dan kaligrafinya pun selalu menghiasi dinding-dinding ruang pameran.
Namun tidak menyangka sosok Gus Mus yang terbilang produktif ini, terlahir dan mungkin terinspirasi dari seorang ayah yang tak kalah produktifnya. Ayah Gus Mus bernama KH. Bisri Mustofa dilahirkan di Kampung Sawahan Rembang, Jawa Tengah tahun 1915 M dengan nama kecil Mashadi. Beliau merupakan putra pertama dari H. Zainal Mustofa dan Chodijah (perempuan yang berasal dari keturunan Bugis). Perubahan nama Mashadi menjadi Bisri Mustofa (selanjutnya penulis menyebut Mbah Bisri) dilakukan selepas menunaikan ibadah haji 1923 M.
Pada tahun 1925, Mbah Bisri dikirim ke pesantren Kajen-Pati pimpinan KH. Chasbullah untuk mondok selama bulan puasa. Istilah sekarang ngaji pasaran. Namun di pesantren tersebut, ia tidak kerasan dan hanya bertahan tiga hari saja. Setahun setelahnya, tahun 1926, ia lulus sekolah di Inlandsche School atau Ongko Loro, sebutan ini mengacu pada anak-anak pribumi atau warga kelas dua pada zaman itu, istilah sekarang Sekolah Dasar. Ia kemudian dipesantrenkan lagi di Kasingan, pimpinan KH. Cholil Harun. Namun ia kembali tidak kerasan, dengan alasan pelajaran di pesantren lebih sulit dibandingkan dengan sekolah umum.
Memuat Komentar ...