Mengenal Imam Syafi'i: Perumus Disiplin Ilmu Ushul Fikih
LADUNI.ID, Jakarta - Alquran dan tentu saja al-Sunnah Rasulullah Sawdiposisikan sebagai sumber nilai dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Sebagai sumber nilai, Alquran diupayakan untuk terus difahami dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.
Sejalan dengan hal tersebut, manusia diciptakan dengan penuh keterbatasan. Sehebat apapun manusia belum bisa dipastikan bahwa ia benar-benar telah sampai pada derajat atau posisi yang "benar" dalam memahami teks (Alquran) yang dikehendaki oleh-Nya. Atas dasar alasan itu, buah pikir manusia harus disikapi sebagai karya manusia yang tidak bisa lepas dari kekurangannya.
Saking kompleksitasnya memahami teks (Alquran) sehingga dibutuhkan sebuah teori agar bisa menangkap pencerahan Allah SWT di dalam Alquran ataupun Sunnah Rasulullah Saw. Seiring dengan hal itu, lahirlah praktik ijtihad.
Pada mulanya, praktik ijtihad belum sistematis seperti saat ini. Artinya, implementasi ijtihad masih bersifat sementara (potensial dan praktis) karena belum ada seperangkat teori yang memadai. Berbeda halnya ketika umat Islam telah memperoleh formulasi metodologis, dalam upaya memberikan jawaban atas sesuatu masalah ketika kedua sumber otoritatif (Alquran dan Sunnah) "diam" tidak memberikan jawaban, upaya ijtihad dari saat ke saat terus disempurnakan. Begitu juga kaitannya dengan segala syarat untuk bisa melakukan ijtihad juga diformulasikan dan secara berkelanjutan dikembangkan.
Memuat Komentar ...