Perdebatan Gus Dur dengan Mbah KH. Misbah Musthofa Tuban

 
Perdebatan Gus Dur dengan Mbah KH. Misbah Musthofa Tuban

LADUNI.ID, Jakarta - Zaman dahulu, ulama sering “bertengkar”. Yang ahli Tasawwuf, menilai ulama Fiqh jauh dari Tuhan. Karena hanya mempelari “kulit” dan mencampakkan “isi”, sibuk dengan prosedur ibadah dan lupa dengan tujuannya, dan seterusnya.

Sementara ulama Fiqh, menyebut kaum sufi sesat. Karena terkesan “menyepelekan” tata-cara ibadah. Cara beribadah mereka dinilai jauh dari tuntunan agama.

Pertengkaran kedua kelompok ini, keras sekali. Kadang satu kelompok meminjam tangan kekuasaan untuk “memenangkan” pandangan mereka. Seperti Al-Hallaj, yang dihukum mati khalifah atas saran ulama ahli Fiqh karena dinilai sesat. Atau kitab Ihya’ Ulumuddin yang dibakar penguasa karena dianggap mengajarkan kesesatan.

Perbedaan atau “pertengkaran” intelektual, sebenarnya hal biasa. Akan terus terjadi dan sudah berulang kali terjadi sejak dulu kala. Perdebatan itu akan menjadi rahmat jika didasari sikap saling menghormati, seperti yang ditunjukkan oleh empat Imam Madzhab. Tapi, akan menjadi tragedi saat dilandasi sifat iri dengki. Apalagi jika melibatkan instrumen kekerasan.

Perbedaan pendapat yang tajam tapi terbingkai dengan akhlaq indah, telah diperagakan oleh almarhum al-maghfurlah KH. Misbah Mustofa (adik KH. Bisri Mustofa), paman KH. Mustofa Bisri (Gus Mus), yang tinggal di Bangilan, Tuban. Beliau mengkritik keras kebijakan Ketua Umum PBNU waktu itu, yakni KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menetapkan Khittah NU di Muktamar Situbondo 1984. Kiai Misbah tidak setuju NU keluar dari partai politik. Bagi beliau, NU harus tetap di PPP.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN