Musafir yang Tak Diperbolehkan Menjamak dan Mengqashar Shalat
LADUNI.ID, Jakarta - Syariat Islam memberikan sebuah keringanan pada hal- hal yang berpotensi membuat seorang Muslim berada dalam keadaan sulit. Misalnya, memperbolehkan duduk saat shalat fardhu bagi orang yang tidak mampu berdiri, memperbolehkan menjamak dan mengqashar shalat bagi orang yang bepergian, serta berbagai macam keringanan lain dalam syariat. Keringanan ini dalam istilah ushul fiqh dikenal dengan istilah rukhshah.
Salah satu keringanan yang cukup sering diterima umat Islam tatkala mereka bepergian adalah bolehnya menjamak dan mengqashar shalat. Namun, apakah semua orang yang bepergian (musafir) secara pasti dapat mendapatkan keringanan untuk menjamak dan mengqashar shalat?
Patut dipahami bahwa dalam kaidah fiqih dijelaskan bahwa setiap keringanan syara’ (rukhshah) tidak berlaku tatkala bersamaan dengan sebuah kemaksiatan. Berikut kaidah tersebut:
الرُّخَصُ لَا تُنَاطُ بِالْمَعَاصِي
“Keringanan syara’ tidak didapatkan dengan maksiat”
Hal ini juga berlaku dalam konteks keringanan dapat menjamak dan mengqashar shalat bagi musafir. Musafir secara umum tidak dapat menjamak shalatnya tatkala dalam perjalanannya terdapat tujuan kemaksiatan.
Para ulama fiqih mengklasifikasi berbagai motif kemaksiatan musafir menjadi tiga hal. Ketiga pembagian ini secara ringkas dijelaskan daam kitab Hasyiyah I’anah at-Thalibin:
(والحاصل) أن العاصي ثلاثة أقسام الاول: العاصي بالسفر، وهو الذي أنشأ معصية. والثاني: العاصي بالسفر في السفر، وهو الذي قلبه معصية بعد أن أنشأه طاعة، كأن جعله لقطع الطريق ونأى عن الطاعة التي قصدها. والثالث: العاصي في السفر، وهو الذي يسافر بقصد الطاعة وعصى في أثنائه مع استمرار الطاعة التي قصدها.
Memuat Komentar ...