Benarkah Muktamar NU Mengharamkan Tahlilan?

 
Benarkah Muktamar NU Mengharamkan Tahlilan?

LADUNI.ID, Jakarta -  Entah yang ke berapa kalinya Ustadz ini selalu mencari pembenaran atas keyakinannya dengan menyalahkan saudara Muslimnya yang tidak sealiran dengannya. Kalau memang argumennya tepat dan sesuai, kita terima. Ternyata malah dia yang salah. Ini bukan sekedar salah paham, tapi pahamnya yang salah, seperti dalam syair Arab:

وكم من عائب قولا صحيحا • وآفته من الفهم السقيم

"Betapa banyak orang yang menyalahkan pendapat yang benar. Padahal berangkat dari pemahaman yang cacat" (Bahar Wafir)

Sudah seperti biasa, kelompok Salafi yang hendak melarang Tahlilan selalu berupaya mencari dalil di samping dalil yang mereka gunakan. Kali ini mereka memotong sepintas pemahaman yang mereka ambil dari keputusan Muktamar NU ke 2.

Perlu diingat bahwa dalam keputusan Muktamar NU tersebut memang dinyatakan makruh (bukan haram) dengan menampilkan 2 kitab. Pertama dari kitab I'anah Ath-Thalibin yang menghukumi makruh. Kedua dari kitab Fatawa Fiqhiyah Al-Kubra yang juga menghukumi makruh namun ada 'ruang' diperbolehkan.

Yaitu dalam Fatawa Fiqhiyah Al-Kubra 2/7 karya Imam Ibnu Hajar Al Haitami:

(ﻭﺳﺌﻞ) ﺃﻋﺎﺩ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻣﻦ ﺑﺮﻛﺎﺗﻪ ﻋﻤﺎ ﻳﺬﺑﺢ ﻣﻦ اﻟﻨﻌﻢ ﻭﻳﺤﻤﻞ ﻣﻊ ﻣﻠﺢ ﺧﻠﻒ اﻟﻤﻴﺖ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﻘﺒﺮﺓ ﻭﻳﺘﺼﺪﻕ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﻔﺎﺭﻳﻦ ﻓﻘﻂ ﻭﻋﻤﺎ ﻳﻌﻤﻞ ﻳﻮﻡ ﺛﺎﻟﺚ ﻣﻮﺗﻪ ﻣﻦ ﺗﻬﻴﺌﺔ ﺃﻛﻞ ﻭﺇﻃﻌﺎﻣﻪ ﻟﻠﻔﻘﺮاء ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﻭﻋﻤﺎ ﻳﻌﻤﻞ ﻳﻮﻡ اﻟﺴﺎﺑﻊ ﻛﺬﻟﻚ ﻭﻋﻤﺎ ﻳﻌﻤﻞ ﻳﻮﻡ ﺗﻤﺎﻡ اﻟﺸﻬﺮ ﻣﻦ اﻟﻜﻌﻚ ﻭﻳﺪاﺭ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺑﻴﻮﺕ اﻟﻨﺴﺎء اﻟﻻﺗﻲ ﺣﻀﺮﻥ اﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﻭﻟﻢ ﻳﻘﺼﺪﻭا ﺑﺬﻟﻚ ﺇﻻ ﻣﻘﺘﻀﻰ ﻋﺎﺩﺓ ﺃﻫﻞ اﻟﺒﻠﺪ ﺣﺘﻰ ﺇﻥ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻔﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﺻﺎﺭ ﻣﻤﻘﻮﺗﺎ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﺧﺴﻴﺴﺎ ﻻ ﻳﻌﺒﺌﻮﻥ ﺑﻪ ﻭﻫﻞ ﺇﺫا ﻗﺼﺪﻭا ﺑﺬﻟﻚ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﻭاﻟﺘﺼﺪﻕ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ اﻷﺧﻴﺮﺓ ﺃﻭ ﻣﺠﺮﺩ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﻣﺎﺫا ﻳﻜﻮﻥ اﻟﺤﻜﻢ ﺟﻮاﺯ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻭﻫﻞ ﻳﻮﺯﻉ ﻣﺎ ﺻﺮﻑ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﺼﺒﺎء اﻟﻮﺭﺛﺔ ﻋﻨﺪ ﻗﺴﻤﺔ اﻟﺘﺮﻛﺔ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺮﺽ ﺑﻪ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻭﻋﻦ اﻟﻤﺒﻴﺖ ﻋﻨﺪ ﺃﻫﻞ اﻟﻤﻴﺖ ﺇﻟﻰ ﻣﻀﻲ ﺷﻬﺮ ﻣﻦ ﻣﻮﺗﻪ ﻷﻥ ﺫﻟﻚ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﻛﺎﻟﻔﺮﺽ ﻣﺎ ﺣﻜﻤﻪ

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN