Syakhsiyah Nahdliyah dalam Bingkai NKRI
LADUNI.ID, Jakarta - “Cara beragama kami adalah berpegang teguh pada Kitab Tuhan kami Yang Maha Agung, Sunnah Nabi SAW, serta apa yang diriwayatkan dari sahabat, tabi’in dan para imam hadits. Kepada semuanya itu kami bersandar; dengan apa yang diucapkan oleh Abû ’Abd Allâh Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal kami berbicara, dan kami menjauhi orang-orang yang menentangnya. Sesungguhnya dia adalah pemimpin yang mulia yang dengannya Allah membangun kebenaran dan melenyapkan kesesatan...”(Al-Asya’ri, 1401 H/1981 M: 17)
Dr. Jalal Muhammad Musa dalam buku Nasy-ah Al-Asy’âriyyah wa Tathawwurihâ mengungkapkan bahwa, istilah Ahlussunnah Waljama’ah mengandung dua pengertian; âm dan khâsh. Makna âm-nya adalah sebagai pembanding kaum Syi’ah. Dalam konteks ini, Muktazilah dan kelompok lainnya masih mengakui keabsahan hadis –terlepas dari bagaimana mereka memposisikannya sebagai sumber ajaran Islam—, masuk dalam kategori ini. Sedangkan makna khâsh-nya sebagai sebutan bagi para pengikut Asy’ariah dan Maturidiah dalam pemikiran kalam. (Chatibul Umam, dkk, 1998:9)
Dalam konteks ke-NU-an, paham Ahlussunnah Waljama’ah mencakup aspek akidah (teologi), syari’ah, dan akhlak (dibahas secara rinci dalam poin C bab ini). Paham Ahlussunnah Waljama’ah bagi NU, merupakan integralisasi ajaran yang mencakup seluruh aspek-aspek keagamaan yang didasarkan pada manhaj (pola pemikiran) Asy’ariah dan Maturidiah dalam hal akidah, empat imam mazhab besar dalam fikih (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali), dan Abul Qasim Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Al-Ghazali serta para imam lainnya yang sejalan dengan syari’ah Islam dalam hal tasawuf.
Memuat Komentar ...