Kemusykilan UU Ciptaker Sektor Migas dan Minerba

 
Kemusykilan UU Ciptaker Sektor Migas dan Minerba

LADUNI.ID, Jakarta - Seperti selalu, produk legislasi yang kejar tayang selalu mengundang tanda tanya. Bukan sekadar ngebut, tetapi senyap. Tiba-tiba mikrofon mati, terus ketuk palu. Ada apa gerangan? Banyak pihak yang menolak. Bukan hanya para buruh, tetapi juga akademisi. Bagi pendukung pemerintah yang meyakini Jokowi pasti benar, jangan buru-buru menuduh penolaknya sebagai kadrun. Menyamakan para penolak UU Cipta Kerja sebagai korban hoaks PKS bukan hanya menusuk akal sehat, tetapi pembunuhan karakter. Mereka hendak dibungkam dengan kalimat insinuasi: sudah baca belum? Padahal yang bilang begini juga belum tentu baca. Kalau pun baca, belum tentu paham. Wajar saja. Ini legislasi sapu jagat. Isinya mencakup banyak sektor. Tujuan utamanya menarik investasi. Semula merangkum 81 UU. Susut jadi 79, final mencakup 76 UU. Siapa ‘sudi’ baca semua. Orang pasti milih bagian-bagian yang terkait dengan kepentingannya. Buruh ribut karena ada bagian dari hajat hidupnya yang terusik. MUI tidak plong soal ketentuan sertifikasi halal.  Begitu juga ormas Islam lain.

Saya tidak kompeten untuk bicara yang lain. Saya menolak apa yang saya tahu. Dari 174 pasal, saya menyoroti Pasal 40 dan 39 terkait sektor migas dan minerba. Secara umum, UU Ciptaker adalah legislasi sapu jagat. Soal investasi semua akan ditangani dengan Perizinan Berusaha. Padahal, tidak semua sektor boleh ditangani dengan rezim lisensi. Migas contohnya. Kenapa? Karena dia cabang produksi strategis.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN