Maulid Nabi, Momen Memaknai Shalawat dalam Kehidupan
Laduni.ID, Jakarta - Gema shalawat terdengar syahdu dari mushalla pesantren kami. Dilantunkan oleh santri-santri dengan perasaan yang dalam. Sehingga saya pun terhanyut dibuatnya meski saya tidak di tengah-tengah mereka.
Saya selalu merasa terharu jika mendengar lantunan shalawat. Saya jadi teringat masa dulu sewaktu di Krapyak, beberapa kali mengikuti acara shalawatan bersama Alm. Gus Kelik. Sering saya menangis sesenggukan ketika bait marhaban dilantunkan.
Ya, saya memang terlena dengan lantunan shalawat dengan kasyahduan-nya yang mampu menggetarkan jiwa melebihi syahdunya lagu syahdu milik Bang Haji Roma Irama.
Kemudian kecintaan saya dengan shalawat, mengantarkan saya di titik sekarang, di mana saya memaknai bahwa yang juga penting dari pembacaan shalawat dengan lisan adalah penghayatan shalawat dengan perbuatan nyata, tidak sekadar kata-kata. Memang meskipun hanya dengan dilafadhkan, lantunan shalawat itu tetap menjadi mengandung keberkahan tersendiri. Tapi ketika kecintaan pada Nabi itu diwujudkan dalam langkah yang nyata, justru akan semakin bertambah keberkahannya.
Lalu, bagaimana kita bisa mengejawantahkan shalawat dalam perbuatan? Bershalawatlah dalam kehidupan dengan menerapkan asas kasih sayang kepada sesama dan semesta. Shalawat adalah wujud cinta, shalawat adalah ruhnya kasih sayang. Tidak semata bait-bait kisah.
Sebuah paradoks ketika lisan kita bershalawat namun sikap kita tidak. Kita terus melantunkan shalawat tetapi masih tidak peduli sesama dan tidak peduli semesta (baca: lingkungan). Kita rajin bershalawat namun ketiika ada tetangga yang kelaparan, kita justru tidak peduli. Kita mengutamakan shalawat, tapi kebersihan lingkungan diabaikan. Karenanya, perlu ada penghayatan lebih dalam lagi. Bahwa shalawat itu adalah wujud implementasi kecintaan yang didasari dengan langkah nyata meneledani jejak langkah Baginda Nabi SAW.
Memuat Komentar ...