Catatan Perjalanan Santri di Kampus Negeri: ISNU Universitas Brawijaya
LADUNI.ID, Malang - Ikhtiar peningkatan keberadaan dan aktivisme warga Nahdliyin di perguruan-perguruan tinggi negeri selama ini telah banyak dilakukan: dari jalur kultural hingga jalur formal. Dalam kurun tiga tahun terakhir, hasil dari upaya tersebut telah memulai membuahkan hasil. Kader-kader santri NU sudah mulai berani tampil menunjukkan identitasnya dan mengambil peran yang lebih strategis di kampus-kampus negeri. Catatan perjalanan ini adalah sedikit dari pelbagai pengalaman bagaimana upaya konsolidasi kultural warga Nahdliyin dilakukan di salah satu universitas negeri terbesar di Indonesia, yakni Universitas Brawijaya (UB).
Dua periode berturut-turut pucuk pimpinan UB telah dipegang oleh kader-kader terbaik NU, yaitu Prof. Dr. Muhammad Bisri (Rektor UB 2014-2018) dan Prof Dr. Nuhfil Hanani (Rektor 2018 – 2022). Komitmen kedua rektor tersebut terhadap perjuangan NU di kampus UB sangatlah kuat. Ragam kegiatan keagamaan berbasis nilai dan ajaran Aswaja Annahdiyyah terus dilakukan secara perlahan, berkelanjutan, dan pencapain yang pasti dan terukur.
Kendati demikian, sebuah interupsi terjadi saat medio 2018 tatkala Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) merilis data yang menunjukkan bahwa Universitas Brawijaya merupakan salah satu kampus radikal. Kejadian ini sekaligus menjadi peringatan penggugah (wake up call) bahwa faktor pucuk kepemimpinan saja tidaklah cukup. Bahwa langkah menyemai Islam yang ramah, moderat, dan toleran melalui gerakan konsolidasi yang lebih massif dan mengakar ke bawah perlu untuk ditempuh. Mengingat jabatan rektor memiliki wewenang yang sangat banyak dalam segi pemikiran dan kecermatan tindakan. Hal ini mengakibatkan gerakan-gerakan kontra-produktif di level bawah terkadang lepas dari pengawasan terlebih lagi untuk melakukan ‘mitigasi gerakan’.
Memuat Komentar ...