Penjelesan Waliyullah Menurut Ibnu Athaillah
LADUNI.ID, Jakarta - Setiap rasul mengandung sifat kerasulan, kenabian, dan kewalian. Hanya saja setelah Nabi Muhammad SAW, sifat kenabian dan kerasulan tertutup. Pintu terbuka hingga kini adalah kewalian.
Sifat kewalian masih melekat pada beberapa orang di tengah-tengah kita. Kalau para nabi dan rasul bersifat makshum (terjaga dari maksiat), maka para wali Allah bersifat mahfuzh (selalu dalam bimbingan Allah baik dalam taat maupun dalam khilaf).
Syekh Ibnu Athaillah mengatakan bahwa Allah menyatakan sebagian wali-Nya dan menyembunyikan sebagian lain di tengah masyarakat. Tetapi semua wali-Nya menjadi tanda bagi masyarakat atas kehadiran-Nya.
“Maha Suci Allah yang tidak menjadikan tanda bagi para wali-Nya selain tanda yang menunjukkan ada-Nya. Maha Suci Allah yang tidak ‘mempertemukan’ kepada para wali selain orang yang dikehendaki sampai kepada-Nya.”
Lalu bagaimana kita dapat mengerti kehadiran wali Allah? Ini yang sulit. Pasalnya, para wali juga manusia biasa seperti hamba Allah lainnya. Hal ini tercantum pada keterangan Syekh Ibnu Abbad berikut ini.
“Aku (Syekh Ibnu Athaillah) mendengarnya (maksudnya adalah gurunya), Syekh Abul Abbas Al-Mursi berkata, ‘Mengenal wali lebih sulit dari mengenal Allah. Allah dapat dikenali dengan kesempurnaan dan keindahan-Nya. Tetapi kapan kau bisa mengenali tanda wali, makhluk sepertimu. Ia makan sebagaimana kamu makan, ia minum sebagaimana kamu minum.’
Memuat Komentar ...