Pesan Penting di Balik Kaidah At-Taṣġīr Lā Yuṣaġġar dan Al-Masyġūl Lā Yusyġal
LADUNI.ID, Jakarta - Menurut sebuah riwayat, Imam Al Farrā` An-Nahwī pernah mengatakan, "Siapa yang piawai dalam satu ilmu maka ilmu-ilmu lain akan mudah bagi dirinya." Atas pernyataan ini, Muhammad bin Al-Hasan al-Qāḍī, sepupu Al Farrā` dari ibunya (ibn Khālatihi), mengatakan padanya saat menghadiri majelisnya:
“Engkau sangat piawai dalam ilmu-mu (bidang nahwu), sekarang perhatikan masalah berikut yang saya ajukan kepadamu, di luar bidang ilmu-mu: apa pendapatmu mengenai seseorang yang lupa dalam salatnya lalu ia sujud sahwi. Kemudian, dalam sujudnya ini ia juga lupa. (Apakah ia sujud sahwi untuk kedua kalinya?).
“Dia tidak harus melakukan apapun (termasuk sujud sahwi kembali)”, jawab Al Farrā`.
“Kenapa bisa demikian?”
- Baca juga: Penjelasan tentang Kaidah Ma Fihi Qiraatani
“Taṣġīr, menurut kami (para ahli Nahwu), tidak bisa di-taṣġīr. Begitu pula lupa (sahwu) dalam sujud sahwi tak bisa “ditambal” dengan sujud sahwi yang lain. (Sujud sahwi sebagai tambalan terhadap kesalahan dalam salat jika difungsikan untuk kesalahan dalam sujud sahwi) sama dengan taṣġīr pada isim taṣġīr. Sujud sahwi berfungsi menambal kesalahan dalam salat, dan tambalan tak bisa ditambal. Sama dengan
Memuat Komentar ...