Pesantren Digital dan Transformasi Pengajaran
LADUNI.ID, Jakarta - Perkembangan digital memang luar biasa. Dulu kita membayangkan institusi pesantren lebih kurangnya seperti yang digambarkan Prof. Zamahsyari Dhofir. Kira-kira begini, yang disebut pesantren adalah institusi yang ada kiainya, ada santrinya dan ada tempatnya.
Kini, entitas baru yang disebut pesantren digital muncul. Ada kiainya, tapi santrinya disebut follower atau subscriber, tempatnya di media sosial (medsos) atau platform digital.
Di pesantren digital kita tidak menemukan shalat jamaah. Kita tidak menemukan kehidupan ala santri yang penuh dengan dinamika sosial. Transformasi keadaban dari relasi sosial santri kiai tidak terjadi.
Semua individu tiba-tiba punya potensi yang nyaris sama untuk menjadi Kiai. Nah, justru inilah masalahnya kemudian. Tiba tiba saja muncul “kiai-kiai” hibrid dengan pesantren akun media sosial. Memberikan pembelajaran keagamaan secara online.
Bagi orang-orang perkotaan, mondok kini bisa dari rumah atau dari mana saja dengan hanya menyimak materi-materi agama melalui online. Inilah yang kemudian diperlukan filter kuat.
Pesantren atau kiai pondok pesantren original harus bermain di ruang-ruang digital ini. Kenapa? Hal ini untuk memberikan opsi lebih banyak bagi penikmat materi-materi agama yang betul-betul bisa dipertanggungjawabkan secara akademik pesantren.
Memuat Komentar ...