Iblis Pahlawan Terkutuk
LADUNI.ID, Cirebon - Kairo 1983. Musim semi yang melankoli mulai merekah. Taman-taman penuh bunga warna-warni menebarkan keharuman yang menggairahkan. Sore itu, di atas altar rerumputan hijau yang segar, aku menatap dengan penuh minat sekelompok perempuan-laki-laki muda tengah terlibat dalam perbincangan manis dan tawa riang yang renyah. Wajah-wajah mereka kadang merah merona, bercahaya, berbinar-binar. Ada pula tatapan-tatapan mata di antara mereka yang menembus jantung dan menciptakan deburan-deburan ombak di dada.
Di sudut lain tampak anak-anak kecil berlari-lari, berkejar-kejaran, ada yang terjatuh dan menangis, lalu berhenti, bangun dan berlari lagi, seperti tak ada luka.
Langit biru yang jernih kemudian berangsur-angsur berubah menjadi temaram, dan memunculkan cahaya merah saga. Beberapa saat kemudian bulan segera bergerak perlahan menuju puncak langit.
Bila musim ini tiba, aku, sering pergi menyusuri pinggir sungai Nil, dan berharap bisa mendengarkan celoteh para penyair dan sastrawan yang biasa nongkrong di cafe-cafe di sana. Aku tidak tahu apa yang mereka perbincangkan di sana. Tetapi aku melihat dari jauh saja, mereka tampak begitu asyik, penuh canda ria, kadang tergelak۔gelak.
Nah, suatu hari aku melihat Taufiq el-Hakim dengan peci khasnya. Sastrawan terkemuka Mesir itu duduk sendiri sambil minum ‘qahwah’ (kopi). Ia tampak begitu asyik membaca buku-buku sastra, karya para penulis dan tokoh sastra dunia.
Memuat Komentar ...