Tradisi Haul. Haram, Bid'ah atau Sesat? Ini Penjelasannya
Laduni.ID, Jakarta - Tradisi haul merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk memperingati hari wafatnya seseorang. Kegiatan yang sudah membudaya ini umum dilakukan, setelah proses penguburan dilakukan lalu berlanjut sampai hari ke-7, hari ke-40, atau ke-100 hari wafatnya seseorang. Selepas itu, tradisi haul lazim dilakukan di tahun, dan hari kematian wafatnya seseorang.
Membahas tradisi haul, beberapa umat Islam di Jawa yang secara nama masih menggunakan bahasa Jawa, namun secara subtansi telah berubah di isi dengan amalan Islami. Namun demikian, tradisi ini masih saja dianggap sebagai sesuatu yang bid’ah atau di haramkan. Seperti Nyadran, Tingkeban, Selapan, Haul dan sejenisnya.
Padahal sebagaimana dikatakan oleh Imam dari al Azhar, Syaikh Jaad al-Haq menjelaskan:
العبرة فى المحرمات ليست بالأسماء، وإنما بالمسميات
“Penilaian sesuatu yang diharamkan tidak terletak pada nama, namun pada subtansi isinya”
Dalam Nyadran atau Megengan subtansinya adalah ziarah kubur, mendoakan almarhum, membaca ayat al Quran, berbagi sedekah atas nama mayit, kesemuanya ini adalah ajaran Islam. Lalu dari segi mana yang haram dan sesat..?
Haul telah menjadi sebuah rangkaian dari mengingat kisah keutamaan bagi orang yang sudah wafat. Salah satu bukti Rasulullah melakukan "Haul" yang kemudian diadopsi oleh umat muslim Nusantara yang disesuaikan dengan 'urf' (kearifan lokal). Subtansi mengingat dan menyebut secara khusus untuk Sayidah Khadijah telah dilakukan oleh Nabi.
Memuat Komentar ...