Sesat Pikir Historiografi Kolonial
Laduni.ID, Jakarta – Suatu ketika, saya membaca tulisan Damar Shashangka di dinding Facebook-nya. Ia menjelaskan kedudukan Harya Penangsang saat berkonflik dengan Ratu Kalinyamat, di mana harus berhadapan dengan Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang.
Harya atau Arya Penangsang ditulis oleh Shashangka dengan nada miring. Ia disebut mewakili kalangan Muslim Tionghoa puritan dengan pengertian negatif. Sementara Jaka Tingkir dianggap mewakili kalangan pribumi atau orang Jawa.
Harya Penangsang oleh Shashangka dianggap sebagai pelanjut kerja ‘purifikasi’ Sultan Trenggono dan Raden Patah sebagai Tionghua Muslim pemimpin Kerajaan Demak. Kerajaan yang disebut oleh Shashangka pernah menyerang kampung-kampung pedalaman Jawa dengan semangat pemurnian berikut kerja besarnya menggulingkan Kerajaan Majapahit.
Tadinya saya percaya dengan catatan yang menyebut bahwa Demak menyerang Majapahit, lalu dengan itu menempatkan Demak sebagai kerajaan ‘kurang ajar’ atau ‘tidak tahu diuntung’, karena menyerang kerajaan yang memberinya tanah perdikan untuk hidup.
Demak diceritakan seperti ‘anak durhaka’ yang dibesarkan dan diberi banyak oleh Majapahit, tapi justru kurang ajar. Seperti layaknya tamu yang kurang ajar pada tuan rumah.
Memuat Komentar ...