Kisah Dua Orang Wali dan Makna Sportivitas
Laduni.ID Jakarta – Syahdan, ada dua orang wali. Wali pertama meyakini keutamaan syariat. Dia yakin hukum Allah bekerja melalui sebab akibat. Dia tahu sifat api membakar. Maka dia cerewet kepada setiap orang untuk menjauhi api. Tapi dia tahu, jika Allah mau, api akan tunduk di bawah tuannya. Itu namanya mukjizat, seperti yang dialami Nabi Ibrahim.
Wali ini tahu, mukjizat berlaku terbatas. Maka dia terus ngomong ke setiap orang untuk tidak bermain api. Dia juga bicara tentang perlunya ikhtiar menjaga kesehatan. Jika berobat jika sakit. Jika ada wabah, dia menyuruh orang untuk pergi menjauh. Wali ini tahu persis takdir Allah bekerja pasti. Tapi dia juga tahu takdir Allah berada di ujung ikhtiar manusia. Suatu saat wali ini sakit. Dia ngeluh dan sambat. Orang tanya, ‘Njenengan wali, kenapa ngeluh?’ Sang wali menjawab, ‘saya mengeluh untuk menunjukkan kelemahan saya.’ Sehebat apa pun ikhtiar manusia, tetap tunduk kepada takdir-Nya.
Wali kedua sundul hakekat. Dia yakin sepenuhnya atas kodrat Allah. Tidak ada yang terjadi tanpa perkenan Allah. Ikhtiar manusia sekunder. Tidak ada daya dan upaya kecuali seizin Allah. Kehendak Allah bekerja, tanpa menunggu ikhtiar manusia. Maqam beliau sumeleh tingkat dewa. Ketika sakit, sang wali ikhlas berdamai dengan derita, tanpa keluh kesah, sedikit pun. Sakit adalah media untuk bercakap-cakap dengan Allah atau gerbang untuk sowan ke haribaan-Nya. Dua-duanya kekasih Allah. Kata-katanya bertuah. Omonganya keramat. Perbuatannya sumbut. Dua-duanya sportif dengan pilihannya. Yang menomorsatukan syariat sambat untuk menunjukkan kelemahan manusia. Yang memprimerkan hakekat
Memuat Komentar ...