Pengalaman yang Tak Terlupakan

 
Pengalaman yang Tak Terlupakan
Sumber Gambar: Kyai Husein Muhammad (Foto: dok Kyai Husein Muhammad)

Laduni.ID, Jakarta- Aku masih mengingat penuh, peristiwa masa lalu. Peristiwa itu amat mengesankan dan menjadi catatan krusial dalam hidup. Aku tak bisa melupakannya.

Suatu hari aku diundang untuk menjadi salah satu nara sumber dalam momen konferensi wilayah NU di sebuah propinsi. Aku diminta bicara soal Islam dan Gender. Nara sumber yang lain bergelar Prof. Dr sekaligus Kiyai. Seorang lain adalah pemikir Islam progresif. Mereka bicara soal Aswaja dan Relasi Agama dan Negara.

Acara dibuka oleh Rois Syuriah PWNU. Dalam sambutannya beliau berharap sambil mengingatkan agar pembicaraan dalam forum ini tetap dalam frame Ahlussunnah wa al-Jama'ah (Aswaja).

Kami bertiga kemudian bicara secara bergantian (panel). Ketika tiba giliranku, aku menyampaikan isu Gender dan Islam. Intinya adalah bahwa laki-laki-perempuan dalam aspek-aspek non tubuh adalah sama dan setara. Perempuan dan laki-laki adalah manusia berikut seluruh potensi kemanusiaannya: akal/pikiran, jiwa/ruh dan tenaga dengan kapasitas relatif sama. Kesetaraan manusia adalah konsekuensi yang niscaya dari keyakinan Tauhid. Oleh karena itu perempuan memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki. Aku sampaikan argumen teks-teks suci al-Qur'an, Hadits dan pendapat para ulama. Aku melakukan interpretasi dan analisis atas semua sumber itu dan kontekstualisasi.

Nah, belum sampai selesai bicara, seorang peserta menyela dan mengkritik, seperti tak sabar dan disusul peserta yang lain. Maka terjadilah perdebatan seru. Pandangan-pandanganku rupanya mengganggu pikiran atau keyakinan sebagian audiens. Dengan bahasa yang tetap santun, mereka menganggap aku mendahulukan akal daripada naql (teks suci). Ini bermakna bahwa pandanganku berada di luar kerangka Aswaja yang

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN