Buya Husein: Pengalaman yang Tak Terlupakan Tentang Taqdim al-Naql 'ala al-'Aql
Laduni.ID, Jakarta – Aku masih mengingat penuh, peristiwa masa lalu. Peristiwa itu amat mengesankan dan menjadi catatan krusial dalam hidup. Aku tak bisa melupakannya.
Suatu hari aku diundang untuk menjadi salah satu narasumber dalam momen konferensi wilayah NU di sebuah provinsi. Aku diminta bicara soal Islam dan Gender. Narasumber yang lain bergelar Prof. Dr sekaligus Kiyai. Seorang lain adalah pemikir Islam progresif. Mereka bicara soal Aswaja dan Relasi Agama dan Negara.
Acara dibuka oleh Rois Syuriah PWNU, dalam sambutannya beliau berharap sambil mengingatkan agar pembicaraan dalam forum ini tetap dalam frame Ahlussunnah wa al-Jama'ah (Aswaja).
Kami bertiga kemudian bicara secara bergantian (panel). Ketika tiba giliranku, aku menyampaikan isu Gender dan Islam. Intinya adalah bahwa laki-laki-perempuan dalam aspek-aspek non tubuh adalah sama dan setara. Perempuan dan laki-laki adalah manusia berikut seluruh potensi kemanusiaannya: akal/pikiran, jiwa/ruh dan tenaga dengan kapasitas relatif sama. Kesetaraan manusia adalah konsekuensi yang niscaya dari keyakinan Tauhid. Oleh karena itu perempuan memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki. Aku sampaikan argumen teks-teks suci al-Qur'an, Hadits dan pendapat para ulama. Aku melakukan interpretasi dan analisis atas semua sumber itu dan kontekstualisasi.
Memuat Komentar ...