Ketika Gus Dur Tinggalkan Istana Negara
Laduni.ID, Jakarta - Seorang bijak bestari berkata, “Bila kalian menginginkan kebahagiaan, carilah kedamaian”.
Bila musim Haul Gus Dur tiba, ingatanku tentang Gus Dur meninggalkan istana menyembul lagi bersama dengan sejuta kenangan yang lain. Minggu akhir Juli 2001. Tepatnya tanggal 23, pagi-pagi sekali aku berangkat ke Jakarta, naik kereta api, setelah mendengar kabar memilukan bahwa Presiden Gus Dur akan meninggalkan istana untuk selanjutnya terbang ke luar negeri (Amerika) untuk berobat. Dari stasiun Gambir, sesudah menempuh perjalanan 3 jam, aku langsung menuju istana Negara, tempat tinggal Gus Dur dan keluarganya selama menjadi Presiden. Aku acap datang ke sana sebelumnya jika diperlukan.
Beberapa kali aku menginap di kamar di Istana Merdeka. Di pintu masuk aku melihat sudah banyak orang, teman-teman dan para pecinta Gus Dur, yang antri masuk ke istana. Aku pun ikut antri. Begitu tiba di teras aku langsung memasuki kamar Gus Dur. Di situ Ibu Sinta sedang duduk di atas tempat tidur, dengan dandanan yang sudah rapi. Aku menyalami dan mendoakan kesehatannya, lalu keluar lagi.
Di kamar itu aku sempat melihat kardus-kardus besar yang sudah dikemas rapih. Gus Dur di ruang lain sedang bincang dengan adiknya dan yang lain. Di luar kamar, telah berkumpul para sahabat dan para pegawai istana. Mereka berdiri dan berbaris melingkar. Wajah-wajah mereka tampak lesu. Mataku dan mata mereka mengembang air dan tanpa terasa menetes satu-satu. Istana bagai banjir air mata. Semua yang ada di situ tak bisa menahan air mata yang menetes.
Memuat Komentar ...