Mengurai Hukum Rambut Wanita Haid yang Rontok
Laduni.ID, Jakarta - Selama saya buka sesi tanya-jawab (Q&A) di Instagram, pertanyaan yang paling banyak diajukan, khususnya oleh para wanita adalah, “apakah wanita haid wajib mengumpulkan rambutnya yang rontok?”
Saya sendiri kurang paham, dari mana sebenarnya pemahaman dan pemikiran; “wanita haid harus mengumpulkan rambutnya yang rontok” itu muncul. Selama saya mendalami literatur fiqih para ulama kita, tak satupun saya menemukan 'ibaroh yang menganjurkan (apalagi mewajibkan) wanita haid untuk mengumpulkan rambutnya yang rontok untuk kemudian ikut dibasuh dan disucikan juga.
Ada juga pemahaman salah kaprah yang “mewajibkan” para wanita haid ekstra hati-hati dalam menjaga rambutnya, diyakini tidak boleh disisir, apalagi sampai dicukur atau dipotong (wah udah seakan-akan masuk kategori dosa besar).
Namun saya bisa menerka, bahwa pemahaman seperti itu adalah asumsi yang timbul akibat kesalahpahaman terkait 'ibaroh-'ibaroh yang berkaitan dengan rambut wanita haid, salah satunya adalah 'ibaroh dalam Fathul Muin berikut ini:
وَيَنْبَغِيْ أَنْ لَا يُزِيْلُوْا قَبْلَ الْغُسْلِ شَعْرًا أَوْ ظُفْرًا وَكَذَا دَمًا لِأَنَّ ذَلِكَ يُرَدُّ فِي الْآخِرَةِ جُنُبًا
“Dan sebaiknya orang junub, wanita haid dan wanita nifas tidak menghilangkan –sebelum mandi– rambutnya atau kukunya, begitu pula darahnya, karena anggota-anggota itu akan dikembalikan kelak di akhirat dalam keadaan junub.”
Memuat Komentar ...