Hijrah: Menyelamatkan Jiwa Menghidupkan Dunia
Laduni.ID, Jakarta - Dari sebuah gua yang sepi, senyap dan pengap, Nabi tampil dengan senyum dan percaya diri. Tuhan melalui Jibril telah membisikinya pesan-pesan profetik yang harus disampaikan kepada dunia yang tengah sekarat dan dalam kegelapan yang pekat. Tuhan memproklamirkannya sebagai kekasih, Nabi dan utusan-Nya. Muhammad bin Abdillah sendirian, melangkah setapak demi setapak tetapi pasti dan tanpa gentar, meski pedang Umar yang tajam bakal menebas lehernya. Ia menghadapi “Jagoan” Mekkah paling ditakuti itu dengan senyum dan keramahan yang tulus. Senyum manis dan keramahan penuh itu meluluhkan hati yang keras sang jagoan. Tak lama kemudian, ia bertekuk lutut, bersimpuh di hadapan Nabi sambil bersumpah untuk siap, kapan dan di manapun, membelanya meski dengan mempertaruhkan nyawanya sekalipun.
Tiga belas tahun lamanya Nabi Muhammad SAW menawarkan gagasan profetik-humanistik. Ia menyerukan kaumnya di Makkah untuk beriman kepada Allah. "Hai manusia, hanya Tuhan saja yang seharusnya kalian sembah, yang kalian agungkan, bukan yang lain," ujarnya setiap saat. Sejumlah orang mengikuti seruannya, tetapi masih lebih banyak lagi yang menentangnya. Kehadiran Nabi dengan gagasan monoteistik itu telah mengganggu ketenangan tradisi, mengancam kekuasaan status quo. Maka penindasan demi penindasan terhadap Nabi dan pengikutnya terus berlangsung, setiap hari, setiap saat dan dengan segala cara; merayu, mengancam, teror, kekerasan fisik, sampai politik isolasi.
Memuat Komentar ...