Alasan Masyarakat Nusantara Gemar Membuat "Bubur Suro"

 
Alasan Masyarakat Nusantara Gemar Membuat
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam kitab I’anatut Tholibin dikisahkan setelah 40 hari diombang-ambingkan dalam banjir besar dan badai tanpa henti. Kapal yang ditumpangi Kanjeng Nabi Nuh AS berhasil mendarat dengan selamat di Bukit Judi pada hari 'Asyuro.

Kondisi kaum Mukminin pada saat itu sangat memprihatinkan. Sudah banyak yang kehabisan persediaan makanan, sementara ketika turun dari bahtera, belum tahu harus makan apa. Kalau masing-masing memakan bekal sendiri-sendiri dikhawatirkan malah tidak cukup. Karena itu, Kanjeng Nabi Nuh AS memerintahkan semua umat untuk mengumpulkan makanan yang tersisa.

Maka terkumpullah berbagai macam jenis makanan, terutama jenis kacang-kacangan dan biji-bijian. Kemudian semuanya dijadikan satu dan dimasak bersama-sama. Dibagikan secara merata. Tentu saja terasa sangat lezat dan merupakan anugerah yang luar biasa.

Inilah momen makan bersama pertama kali di dunia setelah peristiwa banjir besar. Oleh kaum Muslimin di Nusantara peristiwa bersejarah ini diabadikan dengan membuat "bubur suro", sebagai lambang kesejahteraan, kebersamaan dan persatuan.

Hal ini merupakan wasilah tafaul (nunggak semi) dan tabarruk (ngalap berkah) yang baik, dari Nabi Nuh AS dan orang-orang baik terdahulu. Senantiasa bersyukur atas segala anugerah dari Gusti Allah SWT.

Allahumma Sholli ala Sayyidina Muhammad wa 'ala Alihi wa Ashabihi Ajma'in. 

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN