Pram, Rendra dan Kejeniusan Sastra
Laduni.ID, Jakarta – Mungkin kalau tidak ada Pramoedya Ananta Toer dan W.S. Rendra kita ini kehilangan rasa menjadi orang Indonesia asli. Dua tokoh besar dalam sastra Indonesia, banyak berkontribusi atas perkembangan dan kemajuan dunia kesusastraan kita, keduanya pula inspirasi hidup bagi kegelisahan, kecemasan dan eligi hidup terkhusus bagi kaum proletariat. Dua tokoh tersebut seperti nyala terang bagi perlawanan bisu orang-orang tertindas.
Pram, baru saya kenali belakangan karena saat masih di bangku sekolah, dan majlis pesantren di tahun 90-an jarang menemukan karya sastra Pramoedya Ananta Toer ini, entah karyanya ini masih belum ada izin dari rezim Orde Baru ataukah karena faktor lainnya. Yang pasti karya Pak Pram seperti Bumi Manusia, begitu membius nalar dan sikap kritis atas isu-isu sosial yang bisa kita lihat tiap hari. Fenomena manusia Indonesia yang hari ini masih merasakan penindasan kekuasaan yang disokong kapital dan masih merasakan ketidakadilan sosial, akibat kungkungan kultur feodalistik, juga kepemimpinan konservatif yang mempertahankan sikap "lagak raja kecil" pemimpin daerah.
Pramoedya dilahirkan di Blora pada 6 Februari 1925 di jantung Pulau Jawa, sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya adalah seorang guru, sedangkan ibunya seorang penjual nasi. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora. Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut dan menggunakan "Toer" sebagai nama keluarganya.
Memuat Komentar ...