Melihat Toleransi pada Santri Penghafal Al-Quran

 
Melihat Toleransi pada Santri Penghafal Al-Quran
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pixabay

Laduni.ID, Jakarta – Beberapa santri program Tahfidzul Qur'an sedang antri vaksin. Mereka menutup telinga karena ada suara music, gurunya memvideokannya. Sebagian netizen heboh. Sebagian oke, menghargai sikapnya, sebagian lagi menolak. Menganggapnya terlampau berlebihan.

Ketika para remaja ini melakukannya, saya hargai sebagai bentuk pilihan mereka, walaupun diarahkan gurunya. Sebagai bentuk pilihan, mereka tentu siap dengan konsekuensinya. Lain halnya jika kemudian gurunya mengajak para remaja ini mengamuk dan merusak fasilitas sound system. Ini wilayah berbeda. Yang terakhir, saya tidak mentolelirnya. Ini bagian dari vandalisme.

Oke begini, menghafal Al-Qur'an itu sulit. Penghafalnya punya kedudukan istimewa. Para raksasa ilmu Islam mayoritas penghafal Al-Qur'an sejak dini. Itu menjadi bekal utama dalam menjejak keilmuan Islam. Sebagaimana calon hakim dan pengacara yang menghafal undang-undang dan peraturan sebagai langkah awal memahami jerohan hukum, maka demikian pula para penghafal wahyu ini.

Jika kita bisa memaklumi dan mentolerir seorang pecatur yang menghendaki keheningan dalam konsentrasi memainkan bidaknya, mengapa kita harus kaget dengan tindakan adik-adik santri. Sama-sama berhak. Itu telinga mereka, juga tangan mereka sendiri. Kadang sebagian dari kita bersikap toleran tidak dalam waktu yang tepat.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN