Tahun 1965 M: Usaha Kyai Muh dalam Merangkul Kaum Abangan

 
Tahun 1965 M: Usaha Kyai Muh dalam Merangkul Kaum Abangan
Sumber Gambar: Laduni.id

Laduni.ID, Jakarta - Pasca tragedi berdarah tahun 1965 Masehi antara PKI dan kaum santri, banyak masyarakat menolak adanyan kaum abangan di wilayah mereka. Berbagai macam ungkapan kebencian muncul terhadap kaum abangan tersebut, sehingga menimbulkan polemic besar dan menjadi PR kompleks yang harus segera diselesaikan.

Kaum Abangan sendiri memiliki makna yaitu sebutan bagi salah satu kelompok sosial-kultural dalam masyarakat jawa yang cenderung memadukan ajaran Islam dengan unsur-unsur kepercayaan lokal dan tradisi budaya Jawa.

istilah ini mulai populer digunakan unqutk menggambarkan masyarakat yang tidak menganut agama Islam secara ketat atau ritual keagamaannya tidak sesuai dengan Islam yang ortodoks.

Salah satu ulama yang mempunyai peran besar dalam menyatukan kaum abangan dengan kaum santri, khususnya di tanah Jawa ialah Kyai Muh, adik dari KH Abdurrahman Chudlori (Mbah Dur), dan anak dari KH Chudlori, pendiri Pondok Pesantren API Tegalrejo, Magelang.

Kyai Muh menjadi pelopor pengintegrasian antara kesenian abangan dengan budaya pesantren kaum santri. Sebagai bagian dari strategi dakwahnya, Kyai Muh hendak merangkul kembali eks PKI yang saat itu mendapat diskriminasi sosial di lingkungannya. Salah satu strateginya ialah memasukkan kesenian abangan dalam agenda pesantren tahunan, tepatnya saat perpisahan santri yang telah lulus dari pesantren.

  • Baca juga: 

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN