Neoplatonisme: Tasawuf Falsafi

 
Neoplatonisme: Tasawuf Falsafi
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pesantren.ID

Laduni.ID, Jakarta – Berbicara Neoplatonisme, Mistisisme Islam, di dalamnya tentu ada nama yang tak asing lagi, Dzun-Nun al-Mishri, Abu Mansur al-Hallaj, Al-Ghazali, Muhyiddin Ibn Arabi, Abdul Karim al-Jilli, dan lainnya.

Ketika Nabi Muhammad wafat, para sahabatnya telah menyebar ke berbagai negeri, antara lain Irak, Syam (Syria, Yordania, Palestina, Lebanon), Mesir dan Persia bahkan sampai China. Di tempat-tempat itu, mereka bertemu, bersentuhan dan berinteraksi dengan kebudayaan setempat yang telah terbentuk dan mengakar.

Ada yang menginformasikan bahwa, ketika Islam masuk ke wilayah Syria dan Irak, kaum muslimin menemukan pikiran-pikiran dan kebudayaan masyarakat di wilayah tersebut yang diliputi oleh beragam kebudayaan. Terutama Yunani, dan lebih khusus lagi pikiran Neoplatonisme, di samping Nasrani, Budha dan Zoroaster. Filsafat Yunani telah menyebar di Timur. Ketertarikan kaum muslimin pada kebudayaan di sana pada gilirannya menggerakkan Dinasti Umayyah di Damaskus untuk menerjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab.

Adalah Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (634–704 M) yang disebut sejumlah penulis sebagai orang pertama yang memperkenalkan filsafat Neoplatonisme ke dunia kaum muslimin. Ia mengembara ke Iskandaria dan belajar di perpustakaan sana selama beberapa tahun. Di tempat itu, di sebuah perpustakaan besar, ia mempelajari sekaligus menerjemahkan buku-buku filsafat, kedokteran, astronomi, sastra dan sebagainya.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN