Hakikat dan Masalah Cryptocurrency (Bagian 1)

 
Hakikat dan Masalah Cryptocurrency (Bagian 1)
Sumber Gambar: Ilustrasi/Karolina Grbowska - Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Banyak yang membahas Kripto (cryptocurrency) sebagai aset yang diakui dengan mengikuti pendapat Bappebti. Dengan kata lain, kripto tidak diperlakukan sebagai mata uang agar tidak menabrak regulasi yang ada, tetapi dianggap sebagai aset atau komoditas.

Pembahasan pun mengarah ke persoalan security, peer to peer, likuiditas dan sebagainya yang menjadi keunggulan cryptocurrency. Jadi Kripto digambarkan sebagai aset biasa sebagaimana aset berharga lainnya hanya saja dalam wujud virtual. Jadi pandangan hukum mereka berangkat dari gambaran ini.

Sedangkan pihak yang mengharamkan, seperti LBM PWNU Jatim, tidak berangkat dari gambaran itu tapi lebih jauh melihatnya hingga aspek yang lebih filosofis. Karena starting point yang berbeda, maka dialog akan mengalami jalan buntu selama tidak dibicarakan di level tashawwur (penggambaran) terlebih dahulu. Sebagaimana kaidah dalam ilmu manthiq, "alhukmu alasy syai'i far'un 'an tashawwurihi (putusan terhadap sesuatu lahir dari penggambaran atas sesuatu tersebut).

Untuk tujuan ini, saya membagi pembahasan ini dalam beberapa sub bahasan. Siapkan kopi dan camilan karena ini cukup panjang.

Hakikat Kripto sebagai Aset

Agar mudah dan dapat dipahami semua kalangan, mari kita buat contoh lain terlebih dahulu yang saya buat dengan bahasa yang paling sederhana.

Saya punya batu kerikil yang saya ambil di halaman rumah saya, halaman rumah saya punya banyak stok batu kerikil. Lalu saya bilang ke kawan-kawan saya bahwa batu kerikil tersebut adalah aset berharga yang saya beri harga per bijinya 100 juta.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN