Pesan Sayyidina Ali dan Standar Minimalis dalam Beragama

 
Pesan Sayyidina Ali dan Standar Minimalis dalam Beragama
Sumber Gambar: Ilustrasi/Dian Aprilianingrum - Suara Banyumas

Laduni.ID, Jakarta – Setelah gegap gempita perayaan maulid, apa dampaknya? Biaya habis banyak, apa follow up-nya? Toh, jamaah masjid juga nggak berkembang. Pola beragama masyarakat juga begitu-begitu saja. Mubazir.

Demikian komentar yang pernah saya baca. Kritik kalau biaya yang membengkak ada benarnya, tapi soal pertanyaan dampak, saya berusaha menyanggah sebisanya.

Pada dasarnya, manusia itu homo festivus, makhluk festival. Suka merayakan ini itu, biasanya terkait masa lampau yang diseret ke masa kini, tak perlu saya sebutkan jenisnya. Di Indonesia, perayaan bermacam-macam bentuknya, dari perayaan budaya, sosial, hingga agama. Dari kemasan sederhana hingga megah, dari personal hingga massif. Perayaan Maulidurrasul adalah salah satunya.

Dengan caranya, masyarakat secara komunal membentuk basis perkumpulan. Pada satu titik, mereka merayakannya. Motifnya dari melepas penat, membuang stres, silaturahmi, dan tentu saja merayakan cinta kepada Baginda Rasulullah. Prosesi di dalamnya menjadi titik kulminasi kerinduan pada yang dirindu.

Berkaitan dampak, tentu saja ada, baik yang tersirat maupun kasat mata. Dampak jangka pendek hingga efek jangka panjang.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN