Prespektif Psikologi tentang ‘Titik Koma’ dan Ilmu Kalam

 
Prespektif Psikologi tentang ‘Titik Koma’ dan Ilmu Kalam
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Akhir-akhir ini kita kerap kali melihat atau menemukan lambang titik koma yang beredar di dunia maya. Awalnya filosofi adanya titik koma sebagai tanda baca merupakan simbol yang tepat untuk mereka yang tenggah berjuang, namun berbeda dengan prespektif dari seorang penulis yang memahami bahwa titik koma digunakan ketika seorang penulis bisa memilih untuk mengakhiri kalimat, tapi mereka memilih untuk tidak mengahiri pembahasan sampai di situ.

Terdapat berbagai makna dan arti dari dua goresan kecil yang awalnya dianggap remeh, namun sekarang lebih dianggap memiliki makna yang universal berkat seorang perempuan bernama Amy Bluel.

Karena kisah perjuangannya mengatasi depresi setelah ayahnya meninggal bunuh diri, suatu hari ia tersadar dan mempunyai keinginan untuk mengenang ayahnya sekaligus menumbuhkan kesadaran terhadap kasus kesehatan mental. Dengan mengikuti Project Semicolon, Amy bisa melakukan dua hal tersebut.

Project itu didedikasikan untuk menghandirkan harapan dan cinta mereka yang berjuang mengatasi depresi, keinginan bunuh diri, kecanduan, dan menyakiti diri sendiri. Mereka mendorong orang-orang untuk mrnggambar atau membuat sebuah tato “titik koma” sebagai pengingat akan kekuatan diri.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN